Damianus menerangkan perusahaannya mendapatkan lahan seluas 69.472 meter persegi pada 26 November 1984 dari PT Sri Domes. Pada tahun berikutnya, yakni 6 Mei 1985, lahan itu mendapatkan surat rekomendasi dari Camat Tanjung Priok bernomor 91/1.711.1/1985, tanggal 6 Mei 1985 (L-2).
PT BPH lalu memasang papan tanda bahwa tanah tersebut merupakan milik perusahaan. Namun selang 9 tahun kemudian atau 1994, tanah itu dibebaskan oleh PT Agung Podomoro Land (APL) melalui jalur konsinyasi ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara, tanpa sepengetahuan PT BPH.
Pada saat itu, APL membebaskan tanah tersebut untuk digunakan sebagai jalur hijau dan menitipkan uang pembebasan tanah ke pengadilan. Konsinyasi itu tercatat dalam Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Utara No. 03/Cons/1994/PN.JKT.UT tanggal 08 Juli 1994 (L-6).
"Uang konsinyasi tersebut ternyata bukan berasal dari APBD DKI Jakarta, melainkan berasal dari PT Agung Podomoro yang tidak dilengkapi dengan bukti setor ke kas daerah," ujar Damianus.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bersama Persija Legend dan The Jakmania sebelum melakukan pertandingan persahabatan di Taman BMW, Jakarta Utara, Kamis, 14 Maret 2019. TEMPO/M Julnis Firmansyah
Pada 8 Juni 2007, kepemilikan lahan diserahkan PT APL kepada Pemprov DKI. Dalam Berita Acara Serah Terima (BAST), PT APL mewakili 7 pengembang menyerahkan tanah Taman BMW seluas 26,5 hektare kepada Pemprov DKI. BAST menjadi dasar hukum Badan Pertahanan Nasional menerbitkan Sertipikat Hak Pakai No. 250 dan 251, yang membuat kepemilikan lahan menjadi tumpang tindih.
PT BPH mencatat ada kejanggalan dalam sertifikat itu. Sebab luas tanah yang disertakan dalam BAST adalah 26,5 hektare, tetapi total luas tanah yang tercatat dalam kedua sertifikat hanya 10,7 hektare alias tidak melingkupi seluruh lahan di Taman BMW.
Pada tahun 2014, PT BPH baru mengetahui bahwa kepemilikan tanahnya di Taman BMW telah beralih. Mereka juga baru mengetahui konsinyasi tersebut. Melihat tanahnya dicaplok, PT BPH menggugat Pemprov DKI ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan menang.
Berdasarkan Putusan Pengadilan TUN Jakarta No. 123/G/2014/PTUN-JKT tanggal 14 Juni 2015, sertipikat 250 dan 251 milik Pemprov DKI dinyatakan batal. Salah satu alasan pembatalan karena tidak lengkapnya dokumen atau surat asli dan tidak ada surat pelepasan dari penggarap ke Pemprov DKI, sehingga data yuridis objek sengketa cacat hukum.