TEMPO.CO, Jakarta - Pengacaranya terdakwa Joko Driyono, Mustofa Abidin, mempertimbangkan untuk banding terhadap vonis 1,5 tahun penjara terjadap mantan kliennya itu di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 23 Juli 2019.
"Kami masih pikir-pikir, karena masih mempunyai bahan-bahan untuk mempersoalkan keputusan majelis ini ke tingkat yang lebih tinggi," kata Mustofa di luar persidangan.
Pelaksana Tugas Ketua Umum PSSI itu, menurut jaksa, terbukti memerintahkan dua orang saksi Mardani Morgot dan Mus Mulyadi untuk mengamankan, memindahkan dan merusak barang bukti yang terletak di kantornya tersebut.
Barang bukti yang diambil atas perintah Joko Driyono berupa sejumlah dokumen, DVR Server CCTV dan satu unit laptop yang saat itu dalam penguasaan penyidik Satgas Antimafia Bola. Adapun barang bukti itu disinyalir terkait kasus pengaturan skor Liga III antara Persibaran Banjarnegara versus PS Pasuruan.
Dalam perkara yang menjerat Joko Driyono, menurut Mustofa, majelis hakim memperluas makna menghilangkan. Selain itu, majelis juga memperluas lagi makna memanjat. "Kan terdakwa menyuruh saksi Mardani dan Mus naik ke lantai 2, bahwa tim khusus itu juga memanjat."
Kedua, kata dia, majelis hakim juga tidak sepakat dengan tuntutan atau dakwaan jaksa yang menyatakan Pasal 55 ayat 1 poin ke satu KUHP. Majelis hakim memutuskan Pasal 55 ayat 1 poin ke dua KUHP untuk memvonis terdakwa.
"Pengadilan ini benteng terakhir. Tapi bagi kami ini bukan putusan yang terakhir, karena masih ada upaya hukum yang selanjutnya," ujar dia. "Tapi semua kembali ke terdakwa (untuk banding)."
Hakim Ketua Kartim Haeruddin mengatakan Joko Driyono dihukum 1,5 tahun penjara karena dianggap telah terbukti bersalah menggerakkan orang untuk merusak barang bukti dalam perkara pengaturan skor Liga Indonesia.
"Menyatakan terdakwa Joko Driyono telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana menggerakkan orang untuk merusak, membikin tidak dapat dipakai, menghilangkan barang-barang yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan sesuatu di muka penguasa yang berwenang akta-akta, surat-surat, atau data-data yang atas perintah penguasa umum terus menerus atau untuk sementara disimpan yang masuk tempat kejahatan dengan memanjat atau memakai anak kunci palsu," kata Kartim di dalam persidangan.