TEMPO.CO, Jakarta - Pendiri Kantor Hukum dan HAM Lokataru, Haris Azhar menilai ada jarak yang sumir antara fakta dan kesimpulan polisi dalam kasus penangkapan terduga lima anggota Anarko di Tangerang Kota. Anggota Anarko itu ditangkap karena melakukan vandalisme dengan mencoret dinding pertokoan.
"Soal fakta, menurut saya sekadar coretan dan ini banyak terjadi. Namun, coretan tersebut dihubungkan dengan kesimpulan bahwa anak-anak itu mau menjarah atau mengajak menjarah, saya pikir terlalu jauh," kata Haris kepada Tempo, Senin, 13 April 2020.
Sebelumnya, Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Nana Sudjana menyebut bahwa kelompok Anarko tengah menyusun penjarahan di sejumlah wilayah di Pulau Jawa di tengah wabah virus corona. Aksi itu rencananya berlangsung pada 18 April 2020. Pernyataan itu disampaikan Nana saat konferensi pers penangkapan lima pelaku vandalisme. Beberapa pelaku disebut masih berstatus mahasiswa dan pelajar SMA.
"Apa iya anak-anak itu bisa mobilisasi? Relasinya kemana? Kalau ke jaringan Anarko, saya pikir jaringan Anarko kondisi dan karakternya bukan seperti itu. Informasi ini semua sepihak, framing dan tuduhan kepada kelompok Anarko," ujar Haris menanggapi.
Para anggota Anarko ini ditangkap karena melalukan aksi vandalisme pada Kamis 9 April 2020 di Tangerang. Mereka membuat coretan di dinding pertokoan yang dinilai mengajak masyarakat melakukan kerusuhan. Coretan itu antara lain "sudah krisis saatnya membakar", "kill the rich", "mau mati konyol atau melawan". Para pelaku dijerat dengan Pasal 14 dan Pasal 15 UURI No 1 tahun 1946 tentang menyiarkan berita bohong dan Pasal 160 KUHP tentang tindakan menghasut di muka umum dengan ancaman hukuman penjara 10 tahun.