TEMPO.CO, Jakarta - Baju hazmat lengkap dengan kacamata pelindung dan masker itu tak jarang membuat sopir bus sekolah DKI Luswanto kurang nyaman ketika sedang mengantar pasien Covid-19 atau tenaga medis ke Rumah Sakit Darurat (RSD) Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta.
Alat pelindung diri (APD) membuat tubuhnya kepanasan. Kacamata yang berembun saat menyetir bis sekolah juga memaksanya benar-benar harus bugar secara fisik dan konsentrasi penuh.
"Sebab yang kami bawa manusia yang ingin sembuh dan punya harapan buat keluarga," kata dia saat dihubungi Tempo, Jumat, 18 September 2020.
Luswanto adalah salah satu pengemudi bus sekolah yang ditugaskan membawa pasien Covid-19 atau tenaga medis ke Wisma Atlet. Sejak 2015 dia bekerja sebagai pengemudi bus sekolah dalam naungan Unit Pengelola Angkutan Sekolah (UPAS) Dinas Perhubungan DKI Jakarta.
Hingga saat ini, menurut dia, terdapat 15 pengemudi yang melayani antar-jemput pasien Covid-19 dan paramedis. Tak cuma itu, mereka juga menyopiri penumpang kereta rel listrik (KRL) Jabodetabek yang memilih naik bis sekolah dari pemerintah DKI.
Total ada tujuh bus sedang dan tiga jenis elf khusus penanganan Covid-19. Bis hanya diperuntukkan membawa pasien Covid-19 tanpa gejala. Semua bus akan diperiksa tim mekanik terlebih dulu sebelum dipakai.
Setelah mengangkut pasien Covid-19 dan tenaga medis pun bus wajib dibersihkan di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, Jakarta Utara. Tak lupa pengemudi juga ikut disterilisasi dan membersihkan diri di RSPI.
Setelah rampung, barulah Luswanto bisa kembali ke pool bis sekolah di kawasan Jakarta Timur. Di sana, bus kembali dibersihkan. Pengemudi juga harus membersihkan diri kedua kali dan ganti pakaian.
Memang merepotkan, tapi dia bangga menjadi bagian dari relawan Covid-19. Luswanto menuturkan, ada kebanggaan tersendiri menjalankan tugas mulia ini, meski bertemu dengan keluarga saja sulit. Luswanto punya tiga anak.
"Karena kami benar-benar 24 jam. Mau tengah malam pun kami siap menjalaninya," ujar pria 29 tahun ini.
Tak ada penyesalan dalam dirinya yang kerap berhadapan dengan pasien positif Covid-19. Tugas ini dianggapnya tak cuma perintah dari Dinas Perhubungan, tapi panggilan hati untuk Jakarta.
"Tidak pernah ada paksaan dan saya bangga menjadi driver tim satgas evakuasi pasien Covid-19," ucapnya.