TEMPO.CO, Jakarta -PT Mass Rapid Transit atau MRT Jakarta menargetkan pendapatan non tiket atau non-farebox tahun ini sebesar Rp 450 miliar.
Direktur Utama PT MRT Jakarta William Sabandar menyebut jumlah ini lebih besar ketimbang pendapatan non-farebox 2020 yang mencapai Rp 370 miliar.
"Pendapatan non-farebox akan terus kami tingkatkan di tahun 2021 dengan targetnya Rp 450 miliar," kata dia dalam diskusi virtual Dialog Awal Tahun Bersama MRT Jakarta, Selasa, 5 Januari 2020.
Pendapatan non-farebox diperoleh di luar penjualan tiket kereta. Misalnya, penghasilan dari iklan, penamaan di stasiun atau naming rights, dan penyewaan lapak di stasiun untuk usaha mikro, kecil, menengah (UMKM).
Baca juga : Pandemi Covid-19 Bikin Laba MRT Jakarta Turun 56 Persen pada 2020
Salah satu cara menarik pengiklan dengan memanfaatkan pilar konstruksi kereta. Iklan bakal terpasang di pilar konstruksi kereta layang MRT.
Menurut William, rencana jangka panjang pendapatan PT MRT Jakarta terdiri dari non-farebox, transit oriented development (TOD), penjualan tiket, dan subsidi pemerintah DKI Jakarta. Yang terbesar adalah pendapatan non-farebox sekitar 40 persen dan TOD diperkirakan 30 persen.
"Kemudian pendapatan tiket sekitar 20 persen dan pendapatan subsidi mungkin ada sekitar 20 persen," jelas dia.
Pendapatan non-farebox PT MRT Jakarta kian bertambah setiap tahunnya. Hingga November 2019, BUMD itu memperoleh pendapatan non-farebox senilai Rp 225 miliar.
LANI DIANA