JAKARTA- Manajemen Taman Mini Indonesia Indah (TMII) membantah tak pernah menyetorkan penghasilannya kepada negara. Audit BPK yang dilakukan terhadap TMII pada tahun 2018-2020 tidak menemukan kasus yang mengakibatkan kerugian negara.
Direktur Utama TMII Tanribali Lamo menyampaikan hal itu sambil menunjukkan dokumen hasil pemeriksaan BPK dalam konferensi pers secara daring pada Ahad, 11 April 2021. "Pengelola tak mungkin melakukan hal-hal yang melanggar aturan lantaran diawasi oleh BPK."
Baca: Catatan Miniatur Indonesia Indah Hingga Pengambilalihan TMII
Apabila Taman Mini ada yang tidak melaksanakan setoran, bagi hasil, dan sebagainya, manajemen akan ditegur BPK. Sejauh ini BPK menyatakan tidak ada kerugian negara. "Kalau kita simak pernyataan ini maka sebenarnya tidak ada lagi yang tidak pernah disetorkan kepada TMII sepanjang itu menjadi kewajiban TMII."
Yayasan Harapan Kita sebagai pengelola TMII dinyatakan tak pernah menyetorkan pendapatan kawasan rekreasi itu kepada negara. Pemerintah mengambil alih pengelolaan TMII melalui ditekennya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Taman Mini Indonesia Indah (TMII).
Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan melalui aturan ini, pemerintah mengambil alih pengelolaan TMII dari Yayasan Harapan Kita.
KPK menyatakan banyak aset daerah atau negara yang dikuasai pihak ketiga secara ilegal dan merugikan negara. "KPK menemukan banyaknya aset daerah atau negara yang dikuasai pihak ketiga secara tidak sah dan mengakibatkan kerugian negara," kata Pelaksana tugas Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan, Ipi Maryati, lewat keterangan tertulis, Kamis, 8 April 2021.
Sejak 2020, ujar Ipi, KPK telah mendorong agar tempat wisata itu dikelola pemerintah, yaitu Kementerian Sekretariat Negara. KPK mengkoordinasi dan memfasilitasi berbagai pihak untuk membicarakan tentang alih aset itu.
Tanribali menunjukkan data pemeriksaan BPK pada periode itu lantaran diangkat sebagai Direktur Utama TMII pada 1 Februari 2018. Ia memastikan bahwa pengelola TMII rutin membayar pajak setiap tahunnya. Bahkan ia mengatakan bahwa TMII merupakan salah satu pembayar pajak terbesar di wilayah Jakarta Timur.
“Pajak terbesar TMII adalah pajak tontonan. Selain pajak lain seperti PPH 21, PPH 25, dan sebagainya,” ucap Tanribali.
Pada tahun 2018, pengelola TMII membayar pajak tontonan sebesar Rp 9,4 miliar. Tanribali mengatakan ada beberapa bulan di mana pengelola membayar pajak lebih dari Rp 1 miliar, seperti pada Juni 2018 sebesar Rp 1,1 miliar dan bulan Desember 2018 Rp 1,4 miliar. Adapun pada 2019, kata dia, pajak tontonan yang dibayarkan sebesar Rp 9,7 miliar.
Besaran pajak yang dibayarkan turun drastis pada tahun 2020, yaitu Rp 2,6 miliar. Tanribali mengatakan hal itu terjadi lantaran kondisi pandemi Covid-19. “Kondisi Covid-19 ini membuat penurunan luar biasa bagi aktivitas di TMII. Sehingga program kerja juga kami rubah,” kata dia.
Ipi mengatakan Yayasan Harapan Kita telah mengelola TMII sejak pertengahan 1970-an berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 51 Tahun 1977.
Keppres itu menyatakan TMII adalah hak milik negara. Penguasaan dan pengelolaan TMII diserahkan kepada Yayasan Harapan Kita. Namun, sesuai Akta Persembahan TMII tanggal 17 Juni 1987, Yayasan Harapan Kita menyerahkan kepemilikan TMII kepada pemerintah. "Yang terdiri atas lahan tanah dan seluruh bangunan yang ada di atasnya," kata Ipi.
ADAM PRIREZA | ROSSENO AJI