Jakarta - Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta Mujiyono melihat kebutuhan penyediaan kuota internet seharusnya cukup dengan program penyediaan kuota belajar dari pemerintah pusat yang telah dianggarkan sebesar Rp 2,6 triliun. Sehingga, Pemerintah DKI tidak perlu mengadakan kembali program Jakwifi.
"Kami sarankan pengadaan Jakwifi tahun ini ditunda, atau bahkan dihentikan," kata Mujiyono saat dihubungi, Rabu, 28 April 2021.
Politikus Demokrat itu menuturkan Pemerintah DKI harus mentargetkan kembali memasang Jakwifi di 2.300 titik. Tahun lalu, Pemerintah DKI telah memasang 1.183 titik Jakwifi.
Menurut dia, program itu bermasalah karena anggaran Jakwifi tahun lalu terbilang jumbo. Setiap titik Jakwifi, kata dia, Pemerintah DKI harus membayar Rp 9 juta per bulan. Biaya itu terdiri dari tarif abonemen internet dan perawatannya Rp 6 juta dan Rp 3 juta untuk back up link data.
Tahun ini, anggaran abonemen dan perawatannya Rp 5 juta. "Kami melihat juga masih terlalu mahal dengan kecepatan internet 50 Mbs itu," ujarnya.
Menurut dia, lebih baik alokasi anggaran Jakwifi dapat dialih fungsikan untuk kebutuhan penyediaan sarana dan prasarana pembelajaran tatap muka, vaksinasi seluruh tenaga pendidikan dan perangkatnya serta peserta didik, maupun untuk penambahan anggaran Jaring Pengaman Sosial.
Pertimbangan lainnya adalah Pemerintah DKI akan segera memulai sekolah tatap muka di sekolah-sekolah di Ibu Kota, sebagai akibat kurang efektifnya Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Saat ini Pemeritah DKI sudah melakukan uji coba penerapan protokol kesehatan pada proses PTM di 85 #ekolah terhitung sejak 7 April sampai 29 April 2021 mendatang.
"Pemanfaatan Jakwifi nantinya tidak akan maksimal karena sekolah sudah mulai kembali dibuka," ujarnya. Apalagi Presiden RI telah meminta dimulainya sekolah tatap muka pada Juli 2021.
Baca: Biaya Jakwifi Rp 9 Juta per Bulan, DPRD DKI Minta Diaudit