TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual alias KOMPAKS, menyayangkan sikap KPI yang memfasilitasi pertemuan antara terduga pelaku dan korban pelecehan seksual.
Pertemuan untuk rencana damai itu dianggap tidak berimbang bagi korban.
"Penting bagi lembaga negara seperti KPI untuk dapat memahami kondisi korban yang masih trauma untuk bertemu dengan terduga pelaku atau pihak terlapor secara langsung dan tanpa didampingi kuasa hukum, apalagi terlapor pelaku adalah atasan korban di KPI yang memiliki kedudukan lebih tinggi dari korban di lingkungan kerjanya," bunyi rilis dari KOMPAKS, Ahad, 12 September 2021.
Tempo telah mengkonfirmasi kebenaran rilis ini kepada aktivis SAFEnet, Ellen Kusuma. KOMPAKS adalah jaringan masyarakat sipil yang terdiri dari 101 platform, kolektif maupun organisasi dengan isu kemanusiaan dan keberagaman, terutama kekerasan seksual.
Menurut KOMPAKS, upaya mediasi damai antara terduga pelaku dan korban tidak seharusnya menghentikan proses hukum yang berlangsung. Laporan korban tidak dapat dicabut para pihak yang memilih damai, dikarenakan pasal yang diduga digunakan oleh Kepolisian yaitu Pasal 289 dan Pasal 281 juncto 335 KUHP6 bukanlah delik aduan.
"Kesepakatan damai tidak dapat digunakan sebagai dasar laporan dicabut dan tidak akan menghentikan proses penyidikan," tulis KOMPAKS.
Sebelumnya, pengacara korban, Ronny Hutahaean mengatakan rencana damai memang datang dari pihaknya. Ibu korban ingin kasus ini berakhir damai.
"Karena ada ancaman akan dilaporkan balik," kata Ronny dalam acara diskusi, Jumat, 10 September 2021.
Ronny menerangkan bahwa pada Rabu lalu, pihaknya baru saja melapor ke Komnas Ham dan LPSK. Mereka berniat untuk meminta perlindungan hukum terhadap korban inisial MS, sekaligus mencegah adanya intervensi.
"Sore harinya, klien kami dapat telpon, diminta untuk hadir di kantor KPI," kata Ronny.
Di kantor KPI itu, kata Ronny, kliennya langsung disodorkan surat yang berisi empat syarat kesepakatan damai. Salah satunya adalah mencabut laporan yang dibuat MS di Polres Metro Jakarta Pusat.
Sementara itu, muasa hukum dua terduga pelaku, Tegar Putuhena mengatakan bahwa MS juga mengajukan syarat dalam pertemuan mediasi itu. Menurut dia, MS juga mencoret satu dari empat syarat yang diajukan kliennya.
"Jadi jangan dibilang ada tekan menekan. Itu namanya negosiasi perdamaian. Inisiatifnya dari kalian. Hari Selasa ibunya sama MS datang, kau (Ronny) gak ada di situ," kata Tegar menjawab Ronny dalam diskusi tersebut.
Karyawan KPI Pusat berinisial MS diduga mengalami pelecehan oleh rekan kerjanya pada 2015. Para terduga pelaku disebut menelanjangi dan mencoret buah zakar korban. Selain itu, korban juga mengalami perundungan secara berkala hingga membuat MS depresi.
Kasus pelecehan seksual ini terungkap setelah sebuah rilis yang berisi kronologi pelecehan dan perundungan terhadap MS viral. MS dan komisioner KPI lantas membuat laporan di Polres Jakarta Pusat pada Rabu, 1 September 2021. Sebanyak lima karyawan KPI Pusat dilaporkan sebagai pelaku.
M YUSUF MANURUNG
Baca juga : Anies Baswedan Terbitkan Edaran Pencegahan Pelecehan Seksual di Pemprov DKI