TEMPO.CO, Jakarta - Direktur PT PAM Jaya Priyatno Bambang Hernowo menjelaskan, saat ini tingkat kebocoran distribusi air dari nonrevenue water atau NRW mencapai 46 persen. Persentase kehilangan distribusi air dari NRW itu diakibatkan pipa bocor, ketidakakuratan meter, data yang tidak tepat, dan illegal connection consumption.
"Bahwa memang sebagian besar kebocoran itu diakibatkan kebocoran fisik. Itu karena jaringan perpipaan kita yang sudah tidak ada, artinya banyak bocoran," ujar Bambang dalam keterangannya, Senin, 6 Desember 2021.
Bambang menjelaskan, kebocoran dari sektor NRW mengakibatkan jumlah air yang dikeluarkan oleh PAM Jaya tidak sama dengan yang diterima oleh masyarakat dan merugikan PAM Jaya. Menurut Bambang, idealnya kebocoran air dari NRW hanya 25 persen saja.
Bambang mengatakan pihaknya kini sedang berusaha menekan angka kebocoran tersebut menjadi 24 persen pada tahun 2023. Program menekan angka kebocoran ini bakal sejalan dengan usaha PAM Jaya memperluas jaringan perpipaan di Jakarta yang membutuhkan biaya hingga Rp 30 triliun.
"Rp7 triliunnya untuk menurunkan NRW, dari 46 menjadi 24 persen tadi," kata Bambang.
Bambang menerangkan, angka pipa bocor tidak merata di setiap daerah. Ia mencontohkan seperti di daerah Pulomas, Jakarta Timur, angka kebocoran bahkan melebihi 60 persen. Kawasan seperti ini yang nantinya bakal menjadi prioritas PAM Jaya membenahi saluran pipa air.
Adapun salah satu penyebab pipa air PAM bocor, karena ada masyarakat yang mengambil air dari pipa distribusi secara ilegal. Hal ini terjadi karena akses perpipaan PAM Jaya yang belum masuk ke pemukiman warga tersebut.
Sehingga, Bambang mengatakan perluasan akses perpipaan PAM Jaya juga bakal sejalan dengan perbaikan kebocoran pipa. "Bahwa NRW itu harus diturunkan, iya, tapi ada step selanjutnya setelah penurunan NRW. Kami harus menambah jaringan ke daerah itu (yang belum tersambung pipa PAM)," kata Bambang.
Baca juga: Kontrak dengan Palyja Bakal Berakhir, PAM Jaya Bentuk Tim Transisi