TEMPO.CO, Jakarta - Pengacara atau praktisi hukum yang merupakan pendiri Dalimunthe & Tampubolon Lawyers (DNT Lawyers), Boris Tampubolon, menganggap pasal-pasal yang digunakan Polres Metro Jakarta Selatan untuk 6 orang tersangka dari Holywings tidak tepat.
Sebanyak 6 orang yang ditetapkan polisi harus bertanggung jawab mengeluarkan promo miras bagi yang bernama Muhammad dan Maria ini dijerat Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 UU RI Nomor 1 Tahun 1946 dan/atau Pasal 156A KUHP dan/atau Pasal 28 ayat 2 UU RI Nomor 19 Tahun 2016.
"Menurut pendapat saya selaku advokat atau praktisi hukum, pasal-pasal tersebut tidak tepat untuk dikenakan," kata Boris dikutip dari siaran persnya, Selasa, 28 Juni 2022.
Boris menjelaskan, dalam pengenaan pidana ini polisi masih mengenakan pasal karet, yaitu pasal 156A. Pasal itu menurutnya, menyatakan penodaan agama adalah perbuatan dilarang. Namun Secara hukum, tidak ada definisi, pengertian, atau batas-batas yang jelas soal perbuatan yang dianggap penodaan agama dan mana yang bukan.
Hal ini, kata dia, membuat Pasal 156A KUHP ini menjadi pasal karet, multitafsir, dan bisa ditafsirkan secara subjektif. Dalam teori hukum, pasal ini, menurutnya, juga seharusnya menjadi batal demi hukum karena bertentangan dengan asas-asas dalam hukum pidana.
"Pasal 156A KUHP bertentangan dengan asas hukum pidana lex stricta. Pasal 156A KUHP ini menyebut penodaan agama adalah perbuatan dilarang. Namun Secara hukum, tidak ada definisi atau pengertian atau batas-batas yang jelas," ujar dia.
Ihwal Pasal 14 Undang-undang 1 tahun 1946 tentang Penyebaran Berita Bohong untuk menerbitkan keonaran, Boris berpendapat jika yang dilakukan pihak Holywings adalah untuk tujuan promosi bukan untuk membuat keonaran, maka Pasal 14 UU No 1 tahun 1946 ini tidak tepat untuk dikenakan.
Sedangkan Pasal 28 ayat 2 UU ITE yang berisi menyebarkan informasi dengan tujuan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan), kata dia, juga tidak berlaku bila tujuan mereka sekedar untuk promosi.
Selain pasal, dia melanjutkan, pada dasarnya berdasarkan Pasal 2 Penetapan Presiden RI Nomor 1 Tahun 1965 maka perbuatan yang disebut penodaan agama ini harus terlebih dulu diberi peringatan keras oleh negara untuk menghentikan perbuatannya itu. Peringatan diberikan dalam suatu surat keputusan bersama Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri dalam Negeri.
"Mengingat permasalahan yang ada dalam pasal penodaan agama sebagaimana dijelaskan di atas, ditambah lagi bila bisa dibuktikan bahwa yang HW (Holywings) lakukan adalah murni untuk tujuan promosi untuk meningkatkan penjualan, dan bukan untuk tujuan lain, maka hemat saya pasal 156A KUHAP ini tidak untuk dikenakan," ucap Boris.
Baca juga: Holywings The Garrison Disegel: Berita Acara Penyegelan Diterima Satpam, Manajer Menyaksikan