Mengetahui masalah ini, Megha dan Rahmat berinisiatif membantu yayasan PIGP agar bisa mendapatkan perizinan menempati lahannya saat ini kepada Badan Pengelolaan Aset Daerah (BPAD) Provinsi DKI Jakarta. Sedangkan yayasan, menurut keduanya, sudah tidak aktif menyelesaikan persoalan administrasi ini sejak lama.
Rahmat Nasution mengatakan, pengurus yayasan hanyalah Boesono seorang diri, ketua sekaligus pemilik TK. Sedangkan pengurus lain sudah mengundurkan diri dan ada yang sudah wafat. “Dulunya kayaknya kuat, sekarang tinggal satu dan nggak pernah ada regenerasi,” kata Rahmat.
Sekolah kini, kata Megha, tercatat memiliki 11 murid dengan tiga guru dan satu kepala sekolah. Para murid yang baru masuk mesti membayar Rp 1,1 juta saat pertama kali masuk dan membayar Rp 100 ribu per bulan.
Biaya itu sudah termasuk seragam yang diberikan kepada murid. Sayangnya, upah guru hanya Rp 200 ribu per bulan.
Rahmat berkata, TK ini juga tertolong bisa tetap beroperasi karena adanya donatur yang memberi suntikan dana. “Untuk hidup saja, itu TK udah nggak mampu. Jadi kebantu karena gedungnya tidak bayar, tanahnya tidak bayar, itu aja,” kata Rahmat.
Megha dan Rahmat termasuk kalangan ekonomi menengah atas. Tetapi mereka lebih memilih faktor kedekatan sekolah dengan rumah dan memperhatikan psikologis anaknya agar tidak kelelahan di jalan.
Rencana Revitalisasi Taman
Kabar revitalisasi taman dikonfirmasi oleh warga bernama Adik Setiawan (54 tahun). Malahan, dia menyebut usulan tersebut berdasarkan aspirasi warga sejak 2019. Dan, menurutnya, sudah melalui beberapa kali diskusi antarpemangku kepentingan, termasuk pihak yayasan, guru, dan orang tua murid dari TK Gudang Peluru.
“Kira-kira beberapa bulan yang lalu kok. Begitu ini udah mulai diniatin dan sudah disetujuin ketok palu,” tutur Adik saat ditemui.
Menurut informasi yang dia ketahui, alasan revitalisasi taman karena pertimbangan faktor keamanan. Dia merujuk kepada keberadaan pohon-pohon besar di taman memiliki potensi membahayakan karena bisa seketika ranting atau dahan jatuh menimpa siapapun.
Selain itu, ada fungsi komersialisasi dari TK Gudang Peluru yang berdiri di atas taman milik pemerintah daerah yang ilegal. Kepemilikan lahan juga disebut akan dikembalikan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Lalu, pertimbangan lain adalah Boesono selaku pemilik yayasan sudah bukan warga yang tinggal di Jalan Gudang Peluru lagi.
Tetapi, Adik menyadari ada nilai historis dari TK ini. Karenanya, dia mengungkapkan, Yayasan PIGP tetap diperbolehkan untuk menyelenggarakan pendidikan di taman tersebut. Menurut dia, gedung yang sudah berdiri puluhan tahun akan dirobohkan dan diganti yang baru sesuai desain Dinas Pertamanan dan Hutan Kota.
Menurutnya, itu sudah sesuai dengan aturan yang ada. “Mereka (yayasan) jadi tidak punya bangunan lagi. Bangunan kalau tidak ada izinnya juga percuma,” ujarnya.
Imam Muslic, Ketua RT 05 Kelurahan Kebon Baru, mengungkap senada dengan Adik. Dia juga menyoroti bahwa TK Gudang Peluru belum memiliki izin untuk menghuni taman dari Dinas Pertamanan dan Hutan Kota.
Dia juga mengatakan bahwa semua pihak seperti pengurus yayasan dan orang tua murid sudah diajak bicara. Persoalan dianggap selesai dan membuahkan suatu keputusan bahwa TK tidak akan diguusementara akan direlokasi ke tempat lain.
Menurut yang dia ketahui pula, anggaran revitalisasi taman tersebut kurang lebih Rp 4 miliar. Namun dia belum mengetahui kapan mulai dikerjakan. “Warga sekitar itu hanya dimintai masukan, kira-kira apa, dan itu bagus sekali menurut saya karena tidak semuanya top down,” tutur Imam.
Revitalisasi Taman Dipandang Ancaman
Megha dan Rahmat Nasution menyatakan tidak menolak dengan adanya revitalisasi taman. Namun, tidak setuju dengan pembongkaran bangunan karena berpotensi menghilangkan identitas TK.
Mereka melihat adanya pemanfaatan celah dari usulan ‘aspirasi warga’, yaitu berpotensi kehilangan perizinan supaya sekolah usia dini itu tidak berdiri lagi. “Legitimasi TK, tadinya pemilik gedung adalah yayasan, besok RW dong, mesti izin? Karena gak ada nama TK lagi, terus tempatnya dibilang serba guna,” ujar Rahmat sinis.
Sejumlah siswa Taman Kanak (TK) bermain saat jam istirahat di TK Gudang Peluru, Jakarta, Senin, 31 Juli 2023. Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta akan menggusur bangunan TK Gudang Peluru yang sudah berdiri sejak tahun 1980. TEMPO/Subekti.
Dia dan istrinya memang menyadari TK ini memiliki kelemahan dalam perizinan. Maka dari itu dalam beberapa waktu terakhir berinisiatif membantu untuk mengurus perizinan penempatan lahan di taman itu ke BPAD.Keduanya juga sempat menghadiri diskusi antarwarga bersama pengurus RT dan RW, serta pejabat teras di Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Selatan yang bersangkutan untuk membahas masalah ini.
Megha menilai desain bangunan baru nanti bukan khusus untuk bangunan TK. Tetapi, lebih kepada fasilitas umum untuk warga berkumpul. “Kalau diganti ke serba guna, sama saja ngilangin legitimasi TK,” kata Megha.
Dari hasil diskusi yang diikuti bersama warga dan para kepentingan lain, memang hasilnya didapatkan belum semua warga setuju. Tetapi, mereka sudah menyiapkan rumah pribadi untuk relokasi sementara demi keberlangsungan pembelajaran TK selama revitalisasi taman berlangsung.
Langkah lain yang ditempuh oleh Megha dan Rahmat Nasution adalah mengumpulkan petisi dukungan dari warga di RW 03 dan RW sekitar di lingkungan Kelurahan Kebon Baru. Dari dokumen yang TEMPO terima, baru lebih dari 50 tanda tangan yang berhasil mereka kumpulkan. Di dalamnya ada nama Murti yang disebutkan adalah ibu mertua dari Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono.
"Kami juga sudah bersurat kepada Heru Budi melalui e-mail Pemerintah Provinsi DKI Jakarta agar bisa menanggapi persoalan pelik ini," kata keduanya.
Baca halaman berikutnya perpecahan di taman dan apa kata lurahnya