TEMPO.CO, Jakarta - Peristiwa hukum terbaru dalam sepekan ini menyatakan bahwa Pegi Setiawan telah dibebaskan, sementara Syahrul Yasin Limpo divonis 10 tahun penjara dalam kasus pemerasan di Kementerian Pertanian.
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi PN Jakarta Pusat telah memutuskan untuk menjatuhkan hukuman penjara selama 10 tahun kepada mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo alias SYL terkait kasus pemerasan di Kementerian Pertanian.
Selain pidana penjara, SYL dikenakan denda Rp 300 juta yang apabila tidak dibayarkan, maka diganti dengan pidana kurungan selama empat bulan dan uang pengganti Rp 14 miliar (Rp 14.147.154.780) ditambah U$D 30 ribu paling lambat pada satu bulan setelah putusan sudah berkekuatan hukum tetap jika tidak dibayarkan, maka harta benda yang disita akan dilelang untuk membayar uang pengganti.
"Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut alternatif pertama," kata Hakim Ketua Rianto Adam Pontoh saat membacakan putusan di Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat pada Kamis, 11 Juli 2024.
Syahrul Yasin Limpo dinyatakan melanggar Pasal 12 huruf e Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Syahrul Yasin Limpo alias SYL dengan pidana 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta. Jaksa Meyer Volmar Simanjuntak, mengatakan bekas menteri pertanian itu tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
Dalam kasus ini, SYL diduga melakukan pemerasan kepada pejabat eselon I beserta jajaran di Kementerian Pertanian selama 2020 hingga 2023. Uang yang dia dapat digunakan untuk kepentingan pribadi dan keluarganya.
Selama periode 2020 hingga 2023, Syahrul Yasin Limpo diduga menerima gratifikasi berupa pungutan yang diminta sebesar Rp 44,5 miliar. Jaksa KPK menuntut agar dia membayar uang pengganti sebesar Rp 44.269.777.204 dan ditambah 30 ribu USD dikurangi dengan jumlah uang yang disita dan dirampas dalam perkara ini.
Lain halnya dengan kasus pembunuhan Vina Dewi Arsita dan Muhammad Rizky Rudiana di Cirebon terus bergulir, dan memasuki babak baru setelah Pengadilan Negeri atau PN Bandung mengabulkan gugatan Pegi Setiawan di sidang praperadilan.
Hakim tunggal PN Bandung Eman Sulaeman yang memimpin jalannya persidangan menyatakan penetapan Pegi sebagai tersangka tidak sah secara hukum. "Permohonan dari pemohon praperadilan seluruhnya dikabulkan," kata Eman saat membacakan putusan di Pengadilan Negeri Bandung, pada Senin, 8 Juli 2024
Oleh polisi, sebelumnya Pegi disangka sebagai salah pelaku pembunuhan Vina dan Eky. Ia selama ini buron dan masuk daftar pencarian orang atau DPO. Ia ditangkap lalu ditahan oleh Polda Jawa Barat.
Namun, Pegi Setiawan melawan dengan melakukan gugatan praperadilan atas penetapan dirinya sebagai tersangka dalam kasus Vina Cirebon. Hakim lalu mengabulkan gugatannya. Ia kini bebas.
Alur kasus kematian Vina dan Eky ini salah satunya bisa dirunut dari kesaksian Rudiana, Ayah Eky, yang melapor ke Polres Cirebon Kota, pada Rabu, 31 Agustus 2016, pukul 18.30 WIB. Kala itu Rudiana menjabat sebagai Kepala Unit Satuan Narkoba Polres Cirebon Kota dengan pangkat Inspektur Dua.
Dalam laporannya, ia menyebut bahwa kematian anaknya bukan karena kecelakaan tunggal, melainkan diduga dibunuh. Nama Pegi, ada dalam laporan Rudiana.
Laporan itu tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Rudiana. Sebelum Rudiana membuat kesaksian, di hari yang sama pada pukul 17.00 WIB, Polres Cirebon menangkap tujuh pelaku berdasarkan keterangan saksi Aep dan Dede.
MYESHA FATINA RACHMAN I ADVIST KHOIRUNIKMAH I MUTIA YUANTISYA
Pilihan Editor: Syahrul Yasin Limpo Divonis Lebih Ringan dari Tuntutan Jaksa, Ini Pertimbangan Hakim