TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi dinilai tak berhasil mereformasi Kepolisian RI. Peneliti dari Murdoch University di Perth, Australia, Jacqui Baker menyebut, Jokowi memanfaatkan polisi yang pernah dekat dengannya untuk kepentingan eksekutif. Barterannya adalah jenjang karier.
Baker menganggap cara ini akan menjadi pesan buruk di tubuh Polri. “Akan muncul pemikiran karier mereka akan lebih lancar dengan berteman dengan pejabat ketimbang menjadi polisi yang berprestasi,” katanya kepada Tempo.
Hal ini terlihat dari moncernya karier sejumlah perwira polisi yang pernah menjabat Surakarta bersamaan ketika Jokowi menjadi wali kota daerah tersebut. Listyo Sigit Prabowo, misalnya, dipilih Jokowi untuk menggantikan Jenderal Idham Azis sebagai Kapolri. Idham merupakan lulusan Akpol tahun 1988 sementara Sigit jebolan tahun 1991. Artinya, Jokowi melompati dua angkatan lain dengan memilih Sigit.
Saat Jokowi masih menjabat Wali Kota Solo pada 2011, Listyo Sigit Prabowo menjadi Kepala Polres Kota Surakarta. Karier Sigit terus meroket ketika Jokowi menjadi Presiden. Sigit pernah dipilih menjadi ajudan Jokowi.
Karier Kapolresta Surakarta pada 2010, Nana Sudjana, juga ikut moncer. Meski sudah pensiun, Nana kini ditunjuk menjadi penjabat Gubernur Jawa Tengah. Sedangkan karier Wakil Kepala Polresta Surakarta yang mendampingi Sigit saat itu, Inspektur Jenderal Ahmad Luthfi, juga ikut terkerek. Luthfi bukan jebolan Akademi Kepolisian. Namun pangkatnya menanjak hingga bintang dua dan kini menjabat Kepala Polda Jawa Tengah. Dari mereka ini kemudian muncul istilah Geng Solo di Polri untuk merujuk pada polisi pilihan Jokowi karena pernah bekerja sama dengannya saat di Solo.
Peneliti Imparsial, Hussein Ahmad, mengatakan Presiden Jokowi memang memiliki hak prerogatif untuk menunjuk pejabat kepolisian. Namun adanya orang-orang spesial seperti Geng Solo di tubuh Polri akan mengganggu prinsip meritokrasi. Kelompok itu akan menerima privilese tertentu dan menjadi preseden buruk di masa depan. “Sayangnya, Presiden membiarkan fenomena itu,” ucapnya.
Ketika citra Polri anjlok akibat kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat yang menyeret Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian RI Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, disusul tragedi Stadion Kanjuruan, dan penggelapan barang bukti narkoba Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa, Jokowi memanggil semua pejabat Polri hingga kepala kepolisian resor se-Indonesia ke Istana Negara pertengahan Oktober 2022.
Kini, di ujung masa jabatannya, Presiden Jokowi tampak “memanjakan” polisi. Apa bentuknya? Simak lebih lengkap di Majalah Tempo Edisi Khusus 10 Tahun Jokowi yang terbit pekan ini.
Baca Laporan Eksklusif Majala Tempo Edisi 10 Tahun Jokowi: Geng Solo di Trunojoyo