TEMPO.CO, Jakarta - Dakwaan jaksa penuntut umum dalam sidang perkara pungutan liar atau pungli di Rutan KPK mengungkap terdakwa kerap mengancam para tahanan sebelum meminta uang. Ancaman itu berupa hidup tak nyaman selama mendekam di rumah tahanan (rutan).
Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa, para tahanan KPK mendapat berbagai ancaman. Untuk tahanan baru, misalnya, diancam akan diperlama masa isolasinya. Sedangkan untuk tahanan lama, kamar tahanan digembok dari luar dan masuk ruang isolasi, atau suplai air ke kamar mandi dimatikan.
Ancaman lain adalah pasokan air galon diperlambat, waktu kunjungan tahanan dan waktu olahraga dikurangi, serta dapat tambahan tugas jaga dan tugas piket kebersihan lebih banyak dan tidak sesuai dengan jadwal yang telah dibuat.
"Para tahanan merasa khawatir dan takut, sehingga para tahanan tidak ada pilihan lain kecuali terpaksa menyetujuinya (memberi pungli)," kata Jaksa KPK saat membacakan dakwaannya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis, 1 Agustus 2024.
Jaksa mengatakan, para terdakwa, yang merupakan petugas rutan, mematok pungutan ke setiap tahanan mulai Rp 5 hingga Rp 20 juta per bulan. Uang itu diberikan secara tunai maupun non-tunai.
"Uang dikumpulkan dengan kode Jatah 01, Mpek-mpek, Pete, Arisan, Kandang Burung dan Pakan Jagung," kata Jaksa.
Uang yang dikumpulkan secara non-tunai disetorkan ke rekening BCA atas nama Auria Yusrin Fathya dan Surisma Dewi. Sementara setoran tunai diberikan secara langsung di dekat minimarket kawasan Guntur, Warkop Taman Tangkuban Perahu, Kantor Pos Guntur, Lapangan Tenis Setiabudi, dan Jalan Raden Saleh Jakarta Pusat.
Kepada para tahanan juga dijelaskan bahwa uang itu akan diberikan kepada Kepala Cabang Rutan, Koordinator Rutan, Komandan Regu hingga Unit Reaksi Cepat (URC).
"Untuk Karutan Rp 10 juta per bulan, Koordinator Rutan Rp 3-10 juta per bulan, dan Komandan Regu serta URC Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta per bulan," kata Jaksa.
Jaksa KPK mendakwa para terdakwa dengan berkas yang berbeda. Untuk delapan terdakwa yakni Deden Rochendi, Hengki, Ristanta, Eri Angga Permana, Sopian Hadi, Achmad Fauzi, Agung Nugroho, dan Ari Rahman Hakim teregister dengan nomor perkara 69/Pid.Sus-TPK/2024/PN Jkt.Pst.
Sementara berkas perkara tujuh terdakwa lain, yakni Muhammad Ridwan, Mahdi Aris, Suharlan, Ricky Rachmawanto, Wardoyo, Muhammad Abduh, dan Ramadhan Ubaidillah teregister dengan nomor 68/Pid.Sus-TPK/2024/PN Jkt.Pst.
"Para Terdakwa pada Mei 2019 hingga Mei 2023 bertempat di suatu tempat yang masih masuk dalam daerah hukum PN Tipikor pada PN Jakarta Pusat, telah melakukan, menyuruh, atau turut serta melakukan perbuatan yang dipandang sebagai perbuatan berlanjut dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain," kata Jaksa KPK.
Dalam dakwaannya, Jaksa KPK menjelaskan selama kurun waktu selama empat tahun mulai Mei 2019 hingga Mei 2023 masing-masing terdakwa mengumpulkan uang sebesar Rp 6.387.150.000 atau Rp 6,3 miliar. Uang itu diperoleh melalui pungutan tidak resmi dari para tahanan.
Terbongkar karena Kasus Pelecehan Seksual
Terbongkarnya kasus pungli itu disebut bermula dari kasus pelecehan seksual yang terjadi rutan KPK. Dokumen yang diperoleh Tempo menunjukkan kronologis lengkap kasus pelecehan itu terjadi. Dewas KPK disebut pertama kali menerima laporan ini pada akhir Januari 2023. Pelapor dalam kasus itu ialah adik dari salah satu tersangka kasus jual-beli jabatan di Pemerintah Kabupaten Pemalang. Kasus korupsi di Pemalang ditangani KPK sejak Agustus 2022.
Dia melaporkan staf rutan KPK berinisial M, laki-laki berusia 35 tahun asal Indramayu, karena kerap menghubungi istri kakaknya. M merupakan petugas registrasi di Rumah Tahanan KPK cabang Gedung Merah Putih atau biasa disebut Rutan K4. Karena pekerjaannya itu, dia bisa mendapatkan nomor telepon keluarga tahanan yang berkunjung. Dia juga bertugas untuk menjawab pertanyaan dari keluarga tahanan, termasuk mengenai prosedur kunjungan.
Dewas KPK memutuskan bahwa staf KPK berinisial M itu bersalah melanggar Pasal 4 Ayat (1) huruf n Peraturan Dewas Nomor 3 Tahun 2021. Keputusan itu dibuat pada April 2023. Dewas menghukum pegawai KPK itu dengan sanksi permintaan maaf secara terbuka dan tidak langsung. Dewas juga merekomendasikan pejabat pembina kepegawaian untuk melakukan pemeriksaan lanjutan guna menjatuhkan sanksi disiplin.
Dalam proses pemeriksaan di kasus inilah Dewas kemudian diduga menemukan adanya pungli di Rutan KPK terhadap para tahanan.
Pilihan Editor: Kesaksian Warga Soal Ledakan Gas di Cengkareng: Bunyinya Sama Kayak Bom