TEMPO.CO, Jakarta - Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang Wilayah Kerja Taman Wisata Perairan Gili Meno, Air, dan Trawangan atau Wilker TWP Gili Matra menyoroti kerusakan ekosistem yang disebabkan oleh perusahaan pengelolaan air di Gili Trawangan, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat.
Koordinator BKKPN Kupang Wilker TWP Gili Matra, Martanina Nonik, mengatakan pihaknya menemukan indikasi kerusakan terumbu karang akibat pencemaran limbah oleh PT Tiara Cipta Nirwana (TCN).
PT TCN merupakan perusahaan swasta yang bekerja sama dengan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Amerta Dayan Gunung dalam melakukan penyediaan air bersih di Gili Trawangan. Namun, pipa milik PT TCN berjarak 320 meter dari lokasi izinnya. “Jadi tidak di lokasi izin, kami anggap itu dia tidak berizin,” kata Martanina ketika ditemui Tempo di Gedung Graha Bhakti Praja, Kantor Gubernur NTB, Jumat, 16 Agustus 2024.
Pada April 2024, dia mengaku mendapat laporan dari masyarakat terkait kerusakan terumbu karang dari keseluruhan material lumpur. Usai mendapat laporan itu, dia menyebut pihaknya langsung turun ke lapangan pada 8 Mei 2024. “Jadi di situ, hasil dari pengendalian kami memang benar endapan lumpur itu berasal dari pengeboran PT TCN itu sendiri,” tuturnya.
Berdasarkan data 8 Mei 2024, sebaran lumpur pada terumbu karang itu mencapai 1.660 meter persegi. Pada Juli 2024, Martanina mengklaim telah melakukan pengendalian lagi. “Ternyata hasilnya terjadi peningkatan lagi untuk yang terdampak ekosistem untung karangnya. Dari 1.660 menjadi 2.360 meter persegi,” kata dia. Saat ini, diperkirakan kerusakan ekosistemnya sudah semakin meluas.
Dampak untuk Masyarakat
Menurut Martanina, operasional PT TCN ini berdampak signifikan pada kegiatan masyarakat atau wisatawan yang berlibur ke Gili Trawangan. “Di mana itu merupakan lokasi spot diving yang diminati oleh masyarakat ataupun wisatawan yang ada di sana,” kata dia.
Hasil survei BKKPN pada 2016–2018, hampir 90 persen wisatawan asing yang masuk ke wilayah 3 Gili ini melakukan kegiatan diving and snorkeling. “Itu adalah wisata yang paling diminati. Jadi kan tentu saja sangat berdampak, signifikan,” ucapnya.
Apabila semburan lumpur tersebut tidak dibersihkan, maka arus air bisa saja berpindah ke tempat lain. “Namanya karang kan kalau tertutup lumpur seperti itu dia akan mati,” kata Martanina.
Dia juga mengaku mendapat tekanan dari masyarakat. Bahkan, sempat dilakukan aksi pada 3 Juni lalu. Kasus ini juga sedang bergulir di Kepolisian Daerah atau Polda NTB.
Pilihan Editor: KPK Mediasi Pemkot Mataram dan TNI AL Soal Kepemilikan Stadion Malomba