TEMPO.CO, Jakarta - Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi atau Pansel Capim KPK telah mengumumkan 20 kandidat yang lolos seleksi rekam jejak atau profile assessment. Tak satu pun dari empat mantan pegawai KPK yang tergabung dalam organisasi Indonesia Memanggil Lima Tujuh atau IM57+ Institute masuk dalam daftar 20 kandidat tersebut.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral periode 2014-2016 sekaligus aktivis antikorupsi Sudirman Said juga dinyatakan tidak lulus dalam seleksi Capim KPK tersebut.
Dari 20 kandidat tersebut, sebagian di antaranya memiliki latar belakang aparat penegak hukum, baik itu polisi maupun jaksa. Selain itu, terdapat juga nama petahana Johanis Tanak dan Pahala Nainggolan, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Johan Budi Sapto Pribowo, serta Komisioner Komisi Kepolisian Nasional Poengky Indarti.
Pengumuman hasil seleksi Capim KPK tersebut mendapat sorotan dari berbagai kalangan, termasuk dari pegiat antikorupsi.
1. Ketua IM57+ Institute M. Praswad Nugraha: Sejak Awal Kami Tak Percaya Kerja Pansel KPK
Menanggapi tidak lolosnya empat kandidat yang disodorkan IM57+ Institute, ketua lembaga itu, M. Praswad Nugraha, mengaku pihaknya sejak awal tak percaya dengan kerja pansel dalam menyeleksi capim dan calon Dewas KPK.
“Kami dari IM57+ Institute sudah menyampaikan mosi tidak percaya. Sejak pansel terbentuk, kami tidak pernah audiensi dengan pansel. Saya tahu pansel ini memang sudah di-remote (kendalikan). Kalau kata Pak Abraham Samad, di-remote oleh istana,” kata Praswad dalam diskusi ‘Darurat Demokrasi: KPK dalam Cengkeraman?’ di Jakarta Pusat pada Rabu, 11 September 2024.
Praswad bahkan menganggap Pansel Capim KPK itu tidak hanya dikendalikan tetapi disengaja menjadi sekadar “panitia” seleksi. Dia berpendapat tidak ada independensi sama sekali dalam struktur pansel kali ini.
“Itu yang terkadang kita lupa, panitia seleksi pimpinan KPK itu hanya panitia. Mereka tidak memilih. Yang memilih (capim KPK) sekaligus struktur pansel itu menurut UU 30/2022, ya, presiden. Dalam hal ini Presiden Joko Widodo,” ucapnya.
Sejak awal, Praswad menduga presiden membentuk pansel untuk mengakomodasi kepentingan pribadinya, yakni memilih calon pimpinan KPK dan calon Dewas KPK sesuai keinginannya.