TEMPO.CO, Jakarta - Panitia Seleksi (Pansel) Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) tak meloloskan empat kandidat yang disodorkan oleh lembaga IM57+ Institute ke tahap berikutnya. Ketua IM57+ Institute M Praswad Nugraha mengaku bahwa pihaknya sejak awal tak percaya dengan kerja pansel dalam menyeleksi capim dan calon dewas KPK.
“Kami dari IM57 insitute sudah menyampaikan mosi tidak percaya. Sejak pansel terbentuk, kami tidak pernah audiensi dengan pansel. Saya tahu, pansel ini memang sudah di-remote (kendalikan). Kalau kata Pak Abraham Samad, di-remote oleh istana,” kata Praswad dalam diskusi ‘Darurat Demokrasi: KPK dalam Cengkeraman?’ di Jakarta Pusat, Rabu, 11 September 2024.
Bahkan, Praswad menganggap pansel Capim KPK itu tidak hanya di-remote, tetapi memang disengaja untuk menjadi sekadar ‘panitia’ seleksi. Praswad berpendapat tidak ada independensi sama sekali dalam struktur pansel kali ini.
“Itu yang terkadang kita lupa, panitia seleksi pimpinan KPK itu hanya panitia. Mereka tidak memilih. Yang memilih (capim KPK) sekaligus struktur pansel itu menurut UU 30/2022 itu, ya, presiden. Dalam hal ini Presiden Joko Widodo,” ucapnya.
Sejak awal, Praswad menduga presiden membentuk pansel untuk mengkomodir kepentingan pribadinya, yakni memilih calon pimpinan KPK dan calon Dewas KPK sesuai keinginannya.
Menurut Praswad, pansel saat ini hanya bekerja untuk mengumumkan, membuat website dan melakukan pekerjaan administrasi. Sementara itu, tiap tahapan seperti pemilihan orang-orang yang lolos 20 besar dan 10 besar capim KPK, sepenuhnya dipilih oleh Presiden RI Jokowi.
“Panitianya yang merekrut, mengumumkan, menyusun administrasi dan seterusnya. Jadi nanti presiden akan memilih 10 orang capim KPK terpilih ke DPR. Jangan kita lupa teman-teman yang sekarang mengumumkan 20 yang lolos ini sifatnya hanya panitia. Lantas, apa yang mau kita harapkan?” pungkasnya.
Sebelumnya, Pansel Capim KPK telah mengumumkan 20 kandidat yang lolos seleksi rekam jejak atau profile assesment. Dari 20 kandidat itu, sebagian diantaranya memiliki latar belakang aparat penegak hukum, baik itu polisi maupun jaksa. Selain itu, terdapat juga nama petahana Johanis Tanak, politikus PDI Perjuangan Johan Budi Sapto Prabowo serta Komisioner Komisi Kepolisian Nasional Poengky Indarti.