TEMPO.CO, Tangerang - Suhendri Ardiansyah warga Jakarta Selatan yang menjadi korban penyekapan dan penyiksaan di Myanmar kembali menghubungi keluarga. Dia mengaku didatangi Polisi Khusus Myanmar yang memberi tahu akan ada yang menjemputnya.
Yohana sepupu korban mengatakan Hendri kembali menghubungi keluarga jika pada 17 Agustus 2024. Kata dia, saat itu Hendri mengaku didatangi polisi Myanmar.
"Iya pas tanggal 17 Agustus Hendri telepon keluarga. Awalnya dia senang dan berharap karena ada yang mendatangi, oleh polisi Myanmar. Polisi itu cek fisik semua tawanan yang ada di situ, termasuk Hendri," ujarnya pada Tempo, Rabu 28 Agustus 2024.
Setelah melakukan cek fisik terhadap Hendri, petugas itu juga mengatakan akan ada orang yang menjemput Hendri. "Polisi itu ngomong, bilang selamat 2 hari lagi akan dijemput. Tapi polisi Myanmar cuma ngomong gitu aja. Nah si Hendri kan berharap ya, 2 hari setelah itu dijemput tapi ga pernah ada kabar lagi," kata Yohana.
Kisah pilu pemuda yang menjadi tulang punggung keluarganya ini dimulai sejak 11 Juli 2024. Pada saat itu, Hendri berangkat dari Indonesia menuju Bangkok, Thailand setelah diajak temannya, Rizky untuk bekerja di Thailand. Rizky pula yang menanggung biaya Hendri ke Thailand. Namun empat hari setelah bertemu di Bangkok, keduanya berpisah dan Hendri disekap di Myanmar.
Hendri dibawa menuju kawasan konflik di Myanmar. Hingga saat ini pemerintah Indonesia belum bisa menangani kasus Hendri yang diduga disandera kelompok bersenjata di Myawaddy, Myanmar.
Hendri Klaim Banyak Sandera dari Negara Lain Sudah Dijemput
Tempo juga menerima rekaman suara Hendri yang dikirimkan melalui Yohana, sepupu korban dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) ini.
Dalam rekaman tersebut Hendri mengklaim ada tawanan lain yang telah dijemput oleh perwakilan dari negaranya masing-masing. Hendri mengatakan, mereka dijemput oleh polisi khusus Myanmar yang pernah mendatanginya pada 17 Agustus lalu.
"Itu dijemput sama polisi. Kenapa dia gampang padahal dia ga viral viral kayak Hendri. Dia jemput satu orang doang, diantar ke Imigrasi. Terus ketemu sama polisi India, kayak COD gitu, karena dia ga bisa masuk ke sini," kata Hendri dalam rekaman suara itu.
Hendri mengatakan sudah lelah berada di sana. Namun dirinya tidak dapat berbuat banyak dan hanya bisa pasrah menunggu bantuan dari pemerintah Indonesia. "Hendri udah capek banget. Ga ada yang bisa masuk ke sini, dari awal juga emang enggak bisa," ujarnya.
Pemuda itu mengatakan tahanan bisa dibebaskan dari tempat penyekapan kelompok bersenjata ini bila dijemput oleh pemerintahnya. "Kementerian harusnya negosiasi sama orang Myanmar. Mereka mau nunggu masuk, mau masuk sampai kapan? Mereka dianterin sama spesial police Myanmar. Kemarin juga ada orang DPR kan yang bilang kemarin ada orang Indonesia pulang satu tanggal 30. Itu beritanya dia dianterin dari sini, ga ada yang bisa masuk ke sini."
Pada 26 Agustus lalu, Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Judha Nugraha mengatakan akan menindaklanjuti laporan dari Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mengenai 11 pekerja migran yang menjadi korban online scam. Sebanyak 11 korban ini dipaksa untuk bekerja sebagai scammer online di Myawaddy, Myanmar.
"Jadi segera setelah menerima pengaduan ini, kami akan berkoordinasi dengan KBRI (Kedutaan Besar Republik Indonesia) Yangon dan kemudian tentunya KBRI Yangon akan berkoordinasi dengan otoritas setempat," kata Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia Judha Nugraha di Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Jakarta Pusat, Senin, 26 Agustus 2024.
Ia juga menjelaskan bahwa Myawaddy merupakan daerah konflik yang dikuasai oleh pihak pemberontak. Hal ini membuat kemampuan otoritas Myanmar terbatas dalam menangani wilayah Myawaddy.
Selain itu, Judha mengatakan Kemenlu juga akan berkoordinasi dengan KBRI Bangkok, Thailand karena perekrut menjadikan Bangkok sebagai tempat transit sebelum pada akhirnya dibawah ke Myawaddy, Myanmar.
Pilihan Editor: KPK Periksa Keponakan Megawati di Tengah Pendaftaran Akhir Pilkada Jakarta