TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) Kementerian Luar Negeri, Judha Nugraha, mengatakan pihaknya mencatat terdapat 107 oraang korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang ada di Myanmar sepanjang tahun ini. Kemenlu telah berhasil memulangkan 44 orang diantaranya, sedangkan 63 lainnya masih berada di Myawaddi, Myanmar.
Dari 63 orang itu, menurut Judha 20 orang diantaranya merupakan yang teridentifikasi dalam video viral baru-baru ini. Mereka disebut berada di wilayah Hpa Lu, Myawaddi, yang merupakan daerah konflik bersenjata antara pemberontak dengan militer di sana.
Judha mengatakan bahwa motif penyekapan 20 WNI belum diketahui. “Motif ini (penyekapan) masih dalam masa pendalaman. Tapi yang pasti kemungkinan besar mereka melakukan kegiatan scamming (penipuan online),” ujar Judha ngkap Judha kepada Tempo, Rabu, 11 September 2024.
Berdasarkan penelusuran yang dilakukan Kemenlu, kata Judha, korban tersebut tiba di Myanmar dalam waktu yang berbeda-beda. "Ada yang sudah 3 tahun bekerja di sana, ada juga yang baru beberapa bulan," kata dia.
Sebelumnya, penderitaan WNI yang menjadi korban TPPO di Myanmar viral di media sosial. Dalam video itu terlihat belasan WNI dalam sebuah kamar. Mereka menceritakan telah menjadi korban perdagangan orang di Myanmar setelah menerima tawaran pekerjaan di Thailand.
Dalam video berdurasi 2 menit 11 detik itu, mereka menceritakan disekap, dipaksa bekerja selama 15 jam sehari hingga mengalami penganiayaan secara fisik seperti dipukul dan disetrum. Tak hanya itu, mereka juga menyatakan tidak mendapatkan makanan yang layak.
Judha menyatakan pihaknya sudah berkoordinasi dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Yangon soal upaya evakuasi terhadap para WNI tersebut. Dia juga mengatakan Kemenlu telah mengirimkan nota diplomatik kepada pemerintah Myanmar untuk membantu mengeluarkan para korban yang ada di sana. “Saat ini kita masih terus menunggu respon dari otoritas Myanmar,” ujarnya.
Keluarga salah satu dari korban TPPO di Myanmar asal Semarang, hari ini membuat laporan ke Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Tengah. Korban disebut telah bekerja di sana sejak awal 2023.