TEMPO.CO, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Tindakan Kekerasan (Kontras) menilai Polisi adalah titik lemah sehingga terus terjadi aksi kekerasan dan penyerangan terhadap jemaat Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Filadelfia, Jejalen Jaya, Tambun Utara, Bekasi, Jawa Barat. Penilaian ini didasarkan pada aksi diam dan pembiaran yang dilakukan anggota kepolisian Sektor Tambun pada massa yang melakukan penyerangan dan kekerasan.“Titik lemah peristiwa ini adalah polisi,” kata Koordinator Eksekutif Kontras Haris Azhar saat dihubungi, Ahad, 6 Mei 2012..
Peristiwa kekerasan dan penyerangan terhadap jemaat HKBP Filadelfia, menurut dia, sudah terjadi berbulan-bulan dan semakin meningkat sejak bulan April 2012, akan tetapi tidak ada tindak antisipasi dari kepolisian setempat. Berdasarkan laporan, Haris menyatakan, setiap ibadah pada hari minggu sejumlah anggota Polsek Tambun bahkan Kepala Polsek Tambun turut hadir di tempat kejadian perkara. “Tetapi mereka hanya diam saja dan membiarkan,” katanya.
Ia juga menyatakan, ada kecenderungan sakarstik dari anggota Polsek Tambun yang menikmati penderitaan orang lain dengan hanya melihat saja. Polisi saat ini juga dinilai memiliki double standar. Polisi juga lebih melindungi kelompok-kelompok kuat dan mayoritas. Polisi tidak berada dalam polisi yang netral untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Berhadapan dengan kelompok-kelompok tertentu, polisi seolah takut dan diam saja.
Hal ini menjadi keprihatinan Kontras terkait dengan gerakan keamanan dan penegakan hukum nasional. Polisi yang menjadi pelaksana fungsi keamanan dan penegak hukum justru tampil sangat meragukan. “Dalam kasus jemaat HKBP Filadelfia ini, mereka cenderung membiarkan, hal ini terlihat betul,”
Pada 12 Januari 2010, Pemerintah Kabupaten Bekasi menyegel lahan rumah ibadah jemaat HKBP Filadelfia di RT 01 RW 09 Dusun III, Desa Jejalen Jaya, Kecamatan Tambun Utara, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Penyegelan ini menyebabkan, jemaat HKBP Filadelfia melakukan kegiatan ibadah di trotoar depan pagar lokasi rumah ibadah.
Penyegelan ini juga dilakukan berdasarkan Surat Keputusan Bupati (SK) Kabupaten Bekasi No.300/675/Kesbangponlinmas/09 pada tanggal 31 Desember 2009 mengenai Penghentian Kegiatan Pembangunan dan Kegiatan Ibadah HKBP Filadelfia. Pada Maret 2010, Jemaat HKBP Filadelfia kemudian mengajukan gugatan terhadap SK Bupati tersebut melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Bandung.
PTUN Bandung pada 2 September 2010 akhirnya mengeluarkan putusan melalui putusan nomor 42/G/2010/PTUN-BDG. PTUN mengabulkan gugatan jemaat HKBP Filadelfia seluruhnya, membatalkan SK Bupati, memerintahkan Bupati Bekasi mencabut SK-nya, dan memerintahkan Bupati Bekasi untuk memproses permohonan izin mendirikan rumah ibadah sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Keputusan yang sama juga diputuskan dalam proses banding ke PTUN DKI Jakarta. Jemaat HKBP Filadelfia kembali menang melalui putusan Nomor 255/B/2010/PT.TUN.JKT, pada 30 Maret 2010. Dua putasan itu yaitu putusan PTUN Bandung dan putusan PT.TUN DKI Jakarta sendiri sudah final dan berkekuatan hukum tetap (inchracht).
Akan tetapi, Bupati Bekasi hingga saat ini belum melaksanakan putusan pengadilan. Jemaat HKBP Filadelfia justru semakin mengalami teror gangguan, ancaman, dan intimidasi dari sekelompok massa saat melaksanakan ibadah atau kebaktian. Tindakan massa itu dikabarkan sudah terjadi sejak tahun 2011 dan semakin sering terjadi setiap minggu sejak awal tahun 2012.
FR | WDA