TEMPO.CO, Jakarta - Konflik antara Gubernur DKI Jakarta dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta memuncak pada akhir pekan lalu. Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menyerang balik Dewan dengan membeberkan anggaran “siluman” sebesar Rp 12 triliun yang disusupkan dalam APBD 2015 lewat usulan kegiatan atau pokok pikiran (pokir).
Upaya penyusupan anggaran ini tetap dilakukan kendati telah menerapkan sistem elektronik (e-budgeting). Gubernur pun mengancam akan meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan menyelidiki dugaan anggaran siluman pada anggaran sebelumnya. "Kami ingin tahu berapa kerugian negara pada APBD tahun lalu," ujar Ahok beberapa waktu lalu.
Sudah lama Ahok mencium hal itu. "Saya tahu persis ada pokir-pokir yang bikin pusing satuan kerja perangkat daerah," ujar Ahok pada 11 Desember 2014.
Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah DKI Jakarta Andi Baso Mappapoleonro juga pernah mengungkapnya. "Mereka minta waktu dulu untuk masukin pokirnya," ujar Andi, akhir tahun lalu. Namun, hal itu dibantah Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi. "Enggak ada pokir tahun ini," ujar dia.
Hanya saja pada pertengahan Januari, Ahok menemukan adanya pokir dalam RAPBD senilai Rp 8,8 triliun. Ahok dengan tegas mencoretnya. "Ada ribuan kegiatan. Aku jujur coret saja,” kata Ahok.
APBD 2015 sebesar Rp 73 triliun akhirnya disahkan dalam sidang paripurna DPRD DKI pada 27 Januari. Ahok pun langsung mengirim APBD ke Kementerian Dalam Negeri. Namun, pada awal Februari, Kementerian mengembalikan APBD 2015 dengan alasan ada yang belum lengkap.
DPRD menilai penyebabnya adalah karena Ahok menyerahkan APBD yang beda dengan yang disetujui bersama. Wakil Ketua Badan Anggaran DPRD DKI Muhammad Taufik mengatakan APBD yang dikirim tidak mencantumkan kegiatan-kegiatan yang telah dibahas di tiap komisi.
Dewan kemudian memutuskan menggunakan hak angket. Ahok balik menyerang dengan membeberkan anggaran siluman yang mencapai bukan lagi Rp 8,8 triliun, tapi Rp 12 triliun, dalam APBD 2015. Dalam anggaran Rp 12 triliun tersebut, terdapat pembelian uninterruptible power supply (UPS) atau penyimpan daya senilai Rp 6 miliar untuk setiap sekolah di puluhan sekolah.
TIM TEMPO