TEMPO.CO , Jakarta: Mengapa PDI Perjuangan ikut menjadi motor penggunaan hak angket terhadap Gubernur Jakarta Basuki Purnama alias Ahok? Apa peran Wakil Gubernur Djarot Hidayat, kader PDIP, dalam perseteruan antara Ahok dengan DPRD Jakarta ?
Pertanyaan di atas terus hinggap di benak publik. Maklum, tahun lalu PDI Perjuangan yang getol mendukung Ahok sebagai Gubernur Jakarta, setelah Joko Widodo terpilih sebagai Presiden. Apakah Partai Banteng Moncong Putih ini ingin menunggu durian jatuh jika Ahok terpental dari kursi Gubernur?
Memang, sebelum DPRD Jakarta memutuskan penggunaan hak angket pada Kamis, 26 Februari 2015, telah berlangsung rapat-rapat. Awalnya, pimpinan Dewan berkirim surat ke Ahok untuk meminta penjelasan soal tuduhan dana siluman dalam APBD 2014. Tetapi tidak mendapat tanggapan.
Langkah lanjutan adalah meminta tolong Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi untuk berkomunikasi dengan Ahok. Prasetyo ditunjuk karena dianggap dekat dengan mantan Bupati Belitung Timur ini. Dia dinilai berjasa karena pernah mengusung Ahok menjadi gubernur menggantikan Joko Widodo.
Namun hasilnya nihil. Ahok tetap pada pendiriannya, tidak mau menyetujui anggaran versi rapat pengesahan Dewan. Dia meminta Dewan menyetujui anggaran versi e-budgeting yang dikirim ke Kementerian Dalam Negeri. Prasetyo tidak membantah pertemuan dengan Ahok. “Kewajiban Ketua DPRD untuk berdialog dengan mitra kerja,” ujar politisi PDI Perjuangan ini..
Sadar lobi melalui Prasetyo gagal, Wakil Ketua DPRD dari Fraksi Partai Gerindra, M. Taufik, dan Abraham Lunggana alias Lulung dari Partai Persatuan Pembangunan--keduanya sudah lama berseteru dengan Ahok dan Fahmi Zulfikar (Fraksi Hanura), putar otak. Dalam pertemuan berikutnya, Fahmi-lah yang pertama mengusulkan penggunaan hak angket. Menurut dia, hak angket lebih memiliki kekuatan karena Dewan berwenang melakukan penyelidikan. “Kalau sekadar tanya, Ahok sudah bebal,” katanya. Mayoritas peserta rapat setuju.
Para pemimpin fraksi ini kemudian berembuk tentang strategi untuk mengumpulkan dukungan dari anggota Dewan lainnya. Mereka meminta PDI Perjuangan menjadi motor buat mengumpulkan tanda tangan. Partai ini diminta karena dulu termasuk yang getol mendorong Ahok sebagai gubernur. Logikanya, jika PDI Perjuangan yang bergerak, efek dominonya lebih kuat.
Ketua Fraksi PDI Perjuangan Jhonny Simanjuntak ditunjuk sebagai koordinator untuk menggalang dukungan hak angket dan langsung bergerak. Hanya dalam sepekan, 85 persen anggota Dewan sudah menandatangani usul hak angket. Menurut dia, mayoritas anggota Dewan menilai Ahok sudah keterlaluan karena memangkas kewenangan DPRD.
Seorang politikus PDI Perjuangan menuturkan, awalnya, Prasetyo menolak ide ini. “Tapi ia terus disindir gara-gara gagal ‘mengamankan’ Ahok,” ujarnya. Politikus Partai Gerindra, M. Sanusi, mengatakan Prasetyo banyak “berutang” kepada fraksi-fraksi lain karena dialah yang meminta Ahok disetujui menjadi gubernur.
Prasetyo mengaku, bergabungnya PDI Perjuangan semata-mata untuk meminta pertanggungjawaban Ahok tentang APBD. Menurut dia, itu sebagai proses mengawasi kinerja gubernur. “Tidak ada niat apa-apa, apalagi sampai pemakzulan,” katanya. Sebaliknya, M. Taufik mengatakan ujung hak angket ini adalah pemakzulan, jika ada prosedur yang dilanggar Ahok.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat mencoba meredam manuver Kebon Sirih--sebutan DPRD DKI Jakarta. Beberapa kali dia menawari pimpinan Dewan bertemu dengan Ahok. Djarot membenarkan informasi tersebut. Namun ide tersebut ditolak DPRD. “Itu hak mereka juga kalau mau mengajukan hak angket,” ujar politikus PDI Perjuangan ini. Dia mengaku tidak terlibat operasi menggulirkan hak angket yang dilakukan kolega separtainya.
Diserang dari pelbagai penjuru, Ahok tak mau gentar. Dia memastikan akan tetap menolak anggaran siluman yang sudah muncul sejak APBD 2014. Jumat pekan lalu, dia mendatangi kantor Komisi Pemberantasan Korupsi sambil menenteng beberapa bundel dokumen bukti penyimpangan APBD DKI Jakarta. “Bukti yang kami miliki kuat,” katanya.
SYAILENDRA PERSADA