TEMPO.CO , Jakarta: Sugiyatmi asyik bercokol di ruang kerjanya. Dia memeriksa absen para siswi SMA Negeri Mohammad Husni Thamrin dengan seksama. Sambil sesekali melirik ke monitor kamera CCTV, dia mengecek kembali jadwal les yang diikuti para siswnya. Tak boleh ada siswi yang luput dari penjagaannya.
"Sudah dua tahun saya menjadi kepala asrama putri di sini," kata dia kepada Tempo, Selasa, 17 Maret 2015.
Sebenarnya, Sugiyatmi sudah bekerja sejak tahun 2010. Tapi, saat itu dia menjabat sebagai pegawai Tata Usaha. Dia pun dipindahkan ke bagian asrama karena dinilai sabar dan telaten. "Ibu Wieke (kepala sekolah sebelumnya) meyakinkan saya bahwa saya sanggup," kata dia.
Selama lima tahun bekerja, ada banyak hal yang berubah, terutama soal gaji pegawai. Sebelumnya, gaji dibayarkan tepat waktu, tak ada masalah. Namun, sudah hampir tiga bulan ini dia tak mendapat gaji. Dana operasional sekolah yang sekarang bergantung pada pemerintah provinsi DKI adalah penyebabnya.
"Kami yang bertahan di sini bekerja atas dasar ikhlas," kata dia.
Hal serupa diungkapkan oleh pegawai kebersihan sekolah yang akrab disapa Pakde. Pakde telah bekerja mulai sejak sekolah ini dibuka. Tak menerima gaji selama tiga bulan adalah hal baru baginya. Bedanya, dia tak terlalu memusingkan hal itu karena dia tinggal di salah satu ruangan di sekolah dengan luas hampir 4 hektare itu.
Dia membenarkan bahwa sudah tak ada lagi guru honorer yang mengajar di sana. Biasanya selalu ada guru panggilan dari universitas tertentu seperti Universitas Indonesia dan Institut Teknologi Bandung, serta guru-guru lainnya. Namun, karena administrasi yang tak jelas, mereka terpaksa hengkang.
"Saat ini sisa 15 guru yang berstatus PNS. Mereka pun belum dapat gaji," kata Pakde.
Sherly Yunityas, pembina asrama putri yang baru dua minggu bekerja pun sudah diwanti-wanti sejak awal. Dia mengatakan, pihak tata usaha sudah memberitahu bahwa gajinya akan telat. Hal ini dikarenakan kisruh APBD yang tak kunjung selesai.
"Saya sih itung-itung cari pengalaman kerja sambil beramal," kata dia.
Walaupun begitu, sekolah tetap menyediakan yang terbaik bagi total 226 siswa kelas X-XII. Sugiyatmi, misalnya, mengatakan bahwa kebutuhan siswa di asrama, mulai dari makanan tiga kali sehari, snack, fasilitas kamar lengkap dengan pendingin udara masih tersedia. Petugas kebersihan pun masih wara-wiri mengerjakan bagiannya. Hanya laundry saja yang tak ditanggung sekolah. "Setiap bulan, siswa dikenai biaya Rp 200 ribu untuk 30kg pakaian," kata dia.
Pantauan Tempo, para siswa pun masih dapat menikmati fasilitas sekolah lainnya, seperti kolam renang, lapangan basket, wifi sekolah, perpustakaan, dan alat-alat laboratorium lainnya. Memang, kata Sherly, urusan siswa adalah belajar dan berprestasi. Makanya, para pegawai tak sampai hati bila siswa tahu soal masalah yang dialami sekolahnya saat ini.
Adapun, Kementerian Dalam Negeri pekan lalu mencoret beberapa pos anggaran kegiatan operasional senilai Rp 281,9 miliar dalam rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2015. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan kegiatan tersebut tak punya indikator yang jelas berkaitan dengan pelayanan publik.
“Beberapa penyediaan anggaran juga tak memiliki dasar hukum,” begitu Tjahjo menuliskan komentarnya dalam berkas evaluasi rancangan APBD yang diterima Tempo. Evaluasi rancangan APBD itu tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 903-681 tahun 2015 yang diteken Tjahjo pada 11 Maret lalu.
Sejumlah biaya operasional yang dihapus adalah biaya operasional SMA Negeri Mohammad Husni Thamrin sebesar Rp 11,9 miliar; kegiatan operasional Kantor Dinas Tata Air Rp 11 miliar; kegiatan operasional Kantor Dinas Bina Marga Rp 10,6 miliar; kegiatan operasional pelayanan pengelolaan parkir Rp 48,9 miliar; sampai kegiatan operasional kantor Wali Kota se-Jakarta dan Bupati Kepulauan Seribu dengan nilai total Rp 21,1 miliar. Tjahjo menjelaskan, anggaran yang dicoret harus dialihkan ke program pendidikan, penanganan macet dan banjir, serta kebersihan.
YOLANDA RYAN ARMINDYA