TEMPO.CO, Tangerang - Jefri Santoso, kuasa hukum ASP, siswa kelas I Sekolah Dasar Montessori, Gading, Serpong, Kabupaten Tangerang, yang menjadi korban penganiayaan teman sekolahnya, menuding pihak sekolah sejak awal tak punya itikad baik menyelesaikan masalah dugaan kekerasan antarsiswa ini." Mereka lari dari tanggung jawab," kata Jefri, Selasa 20 Oktober 2015.
Menurut Jefri, dengan kapasitas guru yang mereka miliki, sekolah Montessori semestinya bisa memberikan solusi atas persoalan yang terjadi di lingkungan sekolah. "Sekolah adalah tempat orang tua menitipkan anaknya, jadi kalau terjadi apa-apa dengan anak di lingkungan sekolah ya sekolah harus bertanggung jawab," katanya.
Tapi, kata Jefri, sejak awal pihak sekolah terkesan tidak peduli dengan laporan orang tua ASP yang telah tiga kali melaporkan perilaku siswa M yang selalu mengusik anaknya. "Karena sebelum tindakan kekerasan ini terjadi, orang tua telah melapor tapi sekolah terkesan tidak melakukan apa-apa," katanya.
Belakangan, kata Jefri, sekolah malah melaporkan orang tua ASP ke polisi dengan tuduhan pencemaran nama baik. "Masak orang tua melapor anaknya dianiaya, sekolah malah ngajak perang, dengan cara itu sekolah sudah menunjukkan kapasitasnya seperti apa," kata Jefri.
Wakil Kepala Sekolah Dasar Montessori Junita Manurung tetap membantah ada kekerasan di sekolahnya. "Tidak pernah terjadi, itu mengada-ada," katanya.
ASP diduga menjadi korban penganiayaan teman sekolah berbeda kelas bernama M. M menendang dada dan kemaluan Bocah 6 tahun hingga mengalami pembengkakan. ASP sempat mengalami demam tinggi dan dirawat di rumah sakit pada 22-27 September 2015.
Menurut Junita, sekolah telah berupaya menelusuri dugaan tindakan kekerasan di sekolah tersebut. "Tapi memang tidak ada," katanya. Sekolah, kata dia, juga telah berulang kali mencoba menemui ASP dan orang tuanya. "Tapi ditolak," kata Junita. Bahkan, ketika sekolah ingin menjenguk ASP di Rumah Sakit Saint Carolus, Gading, Serpong, ditolak rumah sakit.
Yessy Caroline, ibu ASP, mengatakan pascapenganiayaan, putra tunggalnya itu mengalami trauma berat. "Melihat suster saja histeris, dengan pertimbangan psikis anak saya, untuk sementara dia tidak boleh ditemui siapa pun," katanya.
JONIANSYAH HARDJONO