TEMPO.CO, Jakarta - Saban hari, menurut Dita, ada saja lelaki yang memakai jasa gadis binaannya. Pada akhir pekan atau awal bulan, Dita malah sering kebanjiran order. ”Kadang sampai menolak permintaan.” Dalam sebulan, dengan memotong Rp 200-500 ribu per transaksi, Dita meraup keuntungan sampai belasan juta rupiah. ”Rata-rata bisa sampe dua digitlah,” katanya.
Di Kalibata City, tak semua pekerja seks bekerja di bawah bayang-bayang muncikari. Ada juga perempuan yang bekerja mandiri. Misalnya Deudeuh Alfisahrin, yang dibunuh pelanggannya di rumah kos di kawasan Tebet, beberapa waktu lalu. Sebelum pindah ke Tebet, menurut Dita, Deudeuh pernah beroperasi di Apartemen Kalibata City. ”Bisa dibilang dia salah satu legend di sini,” ujar Dita.
Dita memastikan, di hampir semua tower di Kalibata City, ada jaringan yang menjalankan bisnis seks. Namun dia mengaku tak tahu jumlah persis muncikari plus pekerja seks di kawasan itu. ”Mungkin sampai seratusan orang,” katanya.
Tersedianya unit apartemen yang disewakan per jam, menurut Dita, menjadi faktor penyubur praktek prostitusi di Kalibata City. Muncikari dan pekerja seks menganggap sewa jam-jaman lebih aman. Karena tempat kerjanya berpindah-pindah di ”Distrik Merah” Kalibata City, mereka merasa mudah menghindari intaian polisi.
Sudah Lama....