TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI Jakarta Yani Wahyu menyatakan siap menindaklanjuti hasil investigasi Ombudsman Republik Indonesia, yang mengungkapkan adanya maladministrasi yang dilakukan satuannya dalam penataan pedagang kaki lima (PKL).
"Kami tidak alergi menerima kritikan asalkan kritikan itu konstruktif, bukan destruktif," katanya di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Selasa, 28 November 2017.
Baca: Penyerobotan 1,9 Meter, Wali Kota Depok: Ada Utusan ke Ombudsman
Ombudsman melakukan investigasi pada 9-10 Agustus 2017 di enam lokasi, yaitu Stasiun Manggarai, Stasiun Jatinegara, Pasar Tanah Abang, Stasiun Tebet, wilayah Kecamatan Setiabudi, dan sekitar Mal Ambassador.
Metode yang dipakai adalah investigasi tertutup, wawancara tertutup, dan analisis peraturan perundang-undangan. Salah satu temuannya, Ombudsman mendapati petugas Satpol PP justru memfasilitasi pedagang membuka lapak di tempat-tempat terlarang. Sebagai imbalannya, petugas menerima insentif Rp 500 ribu hingga Rp 8 juta per bulan dari satu pedagang.
Yani mengatakan pihaknya juga sudah melakukan investigasi terkait dengan hal tersebut. Dia dan tim, kata Yani, sudah mempertanyakan hasil temuan Ombudsman itu kepada semua jajaran Satpol PP Kota dan tiga wilayah yang disebut Ombudsman dalam temuannya, yakni Jakarta Selatan, Jakarta Timur, dan Jakarta Pusat. "Saya sudah tanya kepada setiap kepala di wilayah dan mereka sudah mengklarifikasi kepada anggotanya bahwa tidak ada temuan itu," ujarnya.
Yani menuturkan pihaknya juga belum menerima video hasil temuan Ombudsman itu. "Barangkali Ombudsman memberikan video itu, kemudian kami akan cek kebenarannya dulu, baru bisa mengklarifikasi," ucapnya.
Namun, jika temuan Ombudsman itu terbukti benar, Satpol PP akan memberikan sanksi sesuai dengan aturan. Menurut Yani, Satpol PP bertugas dari pagi hingga malam untuk membantu pemerintah menciptakan tata kehidupan Jakarta yang aman dan tertib, menjaga sarana dan prasarana, serta melindungi masyarakat.