TEMPO.CO, Jakarta -Kisruh reklamasi Teluk Jakarta kian ramai terkait Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta melakukan upaya kasasi atas putusan PT TUN Jakarta ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta pada Selasa, 12 Desember 2017. Memori Perlawanan Kasasi tersebut didasarkan atas 10 alasan kecacatan hakim dalam pertimbangan putusannya.
"Dari keseluruhan alasan kami ajukan memosi kasasi kami menilai bahwa majelis hakim Pengadilan Tinggi TUN tidak mempertimbangkan fakta-fakta dan data-data yang benar," kata Deputi Advokasi Hukum dan Kebijakan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan(KIARA) Tigor Hutapea saat dihubungi Tempo, Selasa, 12 Desember 2017.
Menurut Tigor di salah satu pertimbangan putusannya majelis hakim salah mengambil fakta hukum, majelis menyatakan izin pelaksanaan reklamasi pulau F, I, K terbit pada tanggal 22 Oktober 2012 padahal izin pelaksanaan terbit pada tahun 2015.
Baca : Polisi Temukan Kejanggalan Ini di di Kasus Reklamasi Teluk Jakarta
"Kami mengalami ketidakadilan dari keptusan yang kontroversi," ujar Tigor Hutapea. Pertama, Hakim Pengadilan Tinggi Telah salah dalam uraian pertinbangan karena gugatan yang diajukan tidak untuk membatalkan Keppres 52 Tahun 1995. Karena Keppres tersebut telah dibatalkan oleh Perpres No. 54 Tahun 2008 yang ditandatangani langsung oleh Presiden.
Kedua, putusan hakim tingkat pertama (PTUN Jakarta) telah didasarkan pada Peraturan Perundang-Undangan yang terbit sebelum Objek Sengketa terbit. Dalam faktanya, Izin Pelaksanaan yang menjadi objek sengketa tidak didasarkan atas ketentuan yang terkait erat dengan Objek Sengketa misalnya UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, UU Perikanan hingga UU Lingkungan Hidup.
Ketiga, koalisi konsisten dengan pandangan bahwa kewenangan penerbitan Objek Sengketa berada pada Pemerintah Pusat.
Keempat, Hakim pengadilan tinggi (PTTUN Jakarta) telah mengaburkan fakta-fakta hukum di mana Izin Reklamasi tidak memenuhi ketentuan prosedur dan syarat terbitnya Izin Reklamasi. Beberapa ketentuan tersebut: Izin Lokasi Pengambilan Material, Izin Lokasi, Surat Kelayakan Lingkungan Hdiup, Penetapan Wakil Masyarakat dalam penyusunan AMDAL dan hakim telah sengaja mengubah tanggal terbit Objek Sengketa menjadi tahun 2012.
Proyek Reklamasi Teluk Jakarta
Kelima, Tidak adanya RZWP3K sebagai landasan terbitnya Izin Pelaksanaan Reklamasi sehingga hakim telah salah menerapkan hukum. Keenam, tiadanya penetapan wakil masyarakat dan organisasi lingkungan menunjukkan proses pembuatan AMDAL telah cacat prosedur.
Ketujuh, Hakim PTUN Jakarta adalah pengadilan yang tepat dan berwenang untuk menguji Izin Pelaksanaan Reklamasi. Kedelapan, Pemerintah Provinsi dalam menerbitkan Izin Pelaksanaan tidak memenuhi syarat prosedur pengambilan material reklamasi.
Kesembilan, Putusan Hakim Pengadilan Banding (PTTUN Jakarta) telah salah dalam menerapkan hukum karena Objek Sengketa tidak memenuhi prosedur persyaratan penerbitan Izin Pelaksanaan Reklamasi.
Kesepuluh, Izin Pelaksanaan Reklamasi ketiga pulau tersebut tidak memenuhi persyaratan yuridis, sosiologis dan filosofis. Dalam konteks administrasi pemerintahan, Objek Sengketa/izin Pelaksanaan Reklamaai tidak memenuhi ketiga pertimbangan tersebut juga tidak ada pnjelasan terperinci dari Objek Sengketa.
"Atas alasan kecacatan dalam pertimbangan hakim Pengadilan Banding maka dalam memori kasasi kami menuntut supaya izin pelaksanaan reklamasi untuk dibatalkan. Selain itu koalisi akan melaporkan hakim Pengadilan tinggi pemeriksa perkara ke lembaga dan badan pengawas pengadilan dari mulai Komisi Yudisial hingga Badan Pengawas Mahkamah Agung," kutip dalam siaran tertulis koalisi.
Hal tersebut menurut koalisi karena dalam pertimbangan kasus reklamasi Teluk Jakarta itu banyak ditemukan adanya manipulasi fakta-fakta hukum dari mulai tanggal terbitnya Objek Sengketa ditulis tahun 2012 supaya terhindar dari kewajiban peraturan yang mengikat.