TEMPO.CO, Jakarta - Ferry Agustina Budi Utami, ketua majelis hakim, menunda sidang putusan perkara konflik antara penghuni dan pengelola Apartemen Kalibata City, Jakarta Selatan. Agustina beralasan, majelis hakim masih membutuhkan waktu untuk memeriksa berkas-berkas bukti dari perkara yang telah disampaikan dalam persidangan.
"Sidang ditunda karena kami membutuhkan waktu untuk memeriksa bukti yang banyak. Daripada dua minggu tidak ada hasil, kami tunda pada tiga minggu saja, jatuhnya 11 April 2018," ucap Agustina di ruang sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu, 21 Maret 2018.
Sementara itu, kuasa hukum penghuni Apartemen Kalibata City, Syamsul Munir, mengatakan pihaknya menyesalkan penundaan putusan perkara ini. Sebab, selama ini, sudah banyak materi dalam persidangan yang disampaikan. Apalagi sudah ada sidang kesimpulan yang dilakukan sebelumnya, sehingga majelis hakim sebetulnya telah memiliki gambaran untuk mengambil keputusan.
Baca: Menanti Putusan Kasus Apartemen Kalibata City
Kendati demikian, Syamsul menuturkan pihaknya tetap menghargai apa pun putusan hakim. Apalagi ia juga mengakui bahwa bukti-bukti perkara dalam persidangan memang sangat banyak, ada sekitar 85 bukti yang disampaikan.
"Harapannya, dengan waktu tambahan ini, putusan perkara ini bisa menjadi lebih maksimal sesuai dengan fakta persidangan yang ada," ujar Syamsul saat ditemui seusai sidang.
Adapun konflik bermula saat 13 penghuni Apartemen Kalibata City menggugat tiga pihak, yakni PT Pradani Sukses Abadi selaku pengembang, PT Prima Buana Internusa (pengelola), serta Badan Pengelola Kalibata City, karena diduga melakukan mark-up atau menggelembungkan tagihan listrik dan air. Sebanyak 13 penghuni tersebut bahkan sempat dikabarkan meminta ganti rugi atas pembebanan biaya tagihan listrik dan air sebanyak Rp 13 miliar kepada pengelola.
Baca: Warga Apartemen Kalibata City Tuding Hakim Langgar Etika
Sejumlah keterangan disampaikan kepada majelis hakim selama persidangan. Pada Rabu, 22 November 2017, misalnya, penggugat menghadirkan saksi bernama Bambang Setyawan, mantan penghuni apartemen. Bambang menyatakan adanya tindakan mark-up oleh pengelola dan pengembang. Tagihan listrik yang seharusnya Rp 1.352 setiap kilowatt per jam (kWh) oleh badan pengelola ditagihkan Rp 1.558 per kWh.
Namun, dalam persidangan, Herjanto Widjaja Lombardi, pengacara PT Pradani Sukses Abadi, membantah semua tuduhan. "Itu tidak benar," tutur Herjanto. Menurut dia, selama ini, pengelola Apartemen Kalibata City menagih pembayaran listrik dan air kepada penghuni sesuai dengan tarif PLN dan PT PAM Lyonnaise Jaya.