TEMPO.CO, Jakarta – Direktur Amrta Institute Nila Ardhianie menyebut bahwa poin-poin dalam restrukturisasi kontrak Perusahaan Daerah Air Minum atau PAM Jaya dengan PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dan PT Aetra Air Jakarta (Aetra) bertentangan dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 122 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum.
"Ruang lingkup di dalam perjanjian restrukturisasi tidak sesuai," kata Nila ketika dihubungi Tempo pada Jumat, 13 April 2018.
Rancangan perjanjian restrukturisasi antara PAM Jaya dan Aetra serta PAM Jaya dan Palyja telah beredar ke sejumlah pihak. Kontrak restrukturisasi itu sedianya ditandatangani pada 21 Maret 2018 di Balai Agung, Balai Kota DKI Jakarta.
Baca: Anies Baswedan Tunda Restrukturisasi PAM Jaya, PT Aetra Pasrah
Wartawan telah mendapat jadwal rencana penandatanganan kontrak restrukturisasi tersebut. Namun, rencana itu urung dilakukan lantaran Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ingin meninjau poin-poin kontrak terlebih dulu.
Anies Baswedan tak mau kantornya digunakan untuk tempat penandatanganan tanpa dia tahu isi perjanjian itu.
Nila menyoal pasal 2 draft kontrak restrukturisasi, yakni ruang lingkup perjanjian. Dalam pasal itu, Palyja dan Aetra akan mengembalikan proses manajemen air baku dan air curah serta proses pelayanan pelanggan kepada PAM Jaya.
Dengan pengembalian tersebut Palyja dan Aetra akan melakukan perawatan dan pengoperasian Instalasi Pengelolaan Air (IPA) Pejompongan 1, IPA Pejompongan 2, IPA Cilandak, dan IPA Taman Kota serta distribusi sampai dengan sebelum meter pelanggan, sampai dengan 25 tahun dari tanggal berlakunya perjanjian itu.
Adapun PP Nomor 122 Tahun 2015 mengatur bahwa kerja sama dengan swasta hanya dapat dilakukan dalam bentuk investasi pengembangan SPAM dan/atau pengelolaan SPAM terhadap unit air baku dan unit produksi, investasi unit distribusi yang selanjutnya dioperasikan dan dikelola oleh BUMN atau BUMD yang bersangkutan, dan/atau investasi teknologi pengoperasian dan pemeliharaan.
Simak: Restrukturisasi PAM Jaya, Sandiaga Uno: Tengah Dikaji oleh TGUPP
Dengan demikian, distribusi tidak termasuk dalam kerja sama dengan swasta yang diperbolehkan PP. Selain itu, lama 25 tahun perjanjian bertentangan dengan putusan Mahkamah Agung yang memenangkan permohonan kasasi Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta pada April tahun lalu. Dalam putusan itu, MA memberi waktu hingga 2022 kepada pemerintah DKI untuk mengambil alih pengelolaan air bersih dari pihak swasta.
"Yang diusulkan dalam restrukturisasi itu investasi dan pengelolaan instalasi air baku serta investasi dan pengelolaan saluran distribusi, yang sebetulnya menurut PP tidak boleh. Bolehnya cuma investasi aja, pengelolaan diserahkan ke BUMN dan BUMD yang mengelola air, dalam hal ini PAM Jaya," ujar Nila.