TEMPO.CO, Jakarta - Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak eksepsi terdakwa berita bohong atau hoax Ratna Sarumpaet. Keputusan tersebut dibacakan oleh hakim ketua, Joni.
"Menolak eksepsi penasihat hukum terdakwa atas dakwaan jaksa penuntut umum seluruhnya," kata Joni dalam persidangan pada Selasa, 19 Maret 2019.
Baca: Begini Saling Bantah JPU dan Pengacara di Sidang Ratna Sarumpaet
Dalam sidang itu, hakim menyatakan surat dakwaan jaksa penuntut umum lengkap dan dapat dijadikan dasar pemeriksaan perkara ini. Selanjutnya, majelis hakim memerintahkan sidang Ratna dilanjutkan. "Karena pemeriksaan dilanjutkan, maka diperintahkan kepada penuntut umum untuk mengajukan pembuktiannya dengan menghadirkan saksi-saksi dan bukti lainnya," kata Joni.
Dalam sidang eksepsi, kuasa hukum Ratna menyampaikan bahwa dakwaan jaksa tidak memenuhi unsur-unsur yang diatur dalam Pasal 143 ayat 2 huruf b KUHAP. Mereka meminta majelis hakim membatalkan surat dakwaan tersebut demi hukum.
Tim kuasa hukum juga menilai jaksa keliru membuat dakwaan karena memasukkan pasal 14 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Pihak Ratna menilai tidak ada keonaran, sebagaimana disebut dalam pasal tersebut, akibat kebohongan Ratna Sarumpaet.
Terdakwa Ratna Sarumpaet (kanan) bersama anaknya Atiqah Hasiholan saat menuju ruang sidang untuk mengikuti sidang lanjutan kasus dugaan penyebaran berita bohong atau hoaks, di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa, 12 Maret 2019. Atiqah sering terlihat mendampingi ibunya dalam persidangan. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Desmihardi, salah satu kuasa hukum Ratna mengatakan, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, keonaran itu berarti kegemparan, keributan, dan kerusuhan. Ketiga pemaknaan itu, ujar dia, tak terjadi dalam kasus kebohongan Ratna.
Sementara itu, dalam sidang sebelumnya, jaksa penuntut umum membantah kuasa hukum Ratna Sarumpaet yang menyatakan dakwaan mereka tidak cermat seperti diatur dalam Pasal 143 ayat 2 huruf b KUHP. Jaksa justru mempertanyakan pemahaman tim kuasa hukum Ratna soal surat dakwaan.
“Kami penuntut umum mempertanyakan apakah surat dakwaan yang tidak cermat atau penasihat humum terdakwa yang tidak cermat dan memahami surat dakwaan?” ujar jaksa Daru dalam persidangan pada Selasa, 12 Maret 2019.
Baca: Tanggapi Eksepsi Ratna Sarumpaet, Jaksa Pertanyakan Hal Ini
Menurut Daru, surat dakwaan yang dibacakan pada persidangan Kamis, 28 Februari 2019 lalu telah diuraikan secara cermat, kelas dan lengkap. Dakwaan yang disusun secara alternatif itu menyatakan Ratna diduga melanggar dua pasal.
Pertama adalah Pasal 14 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan kedua adalah Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45 A ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Ratna Sarumpaet telah ditahan sejak 5 Oktober 2018 lalu akibat kebohongan yang ia buat. Wanita berusia 69 tahun itu menyebarkan foto wajahnya yang lebam-lebam ke beberapa orang dan menyebut dirinya telah dianiaya.
Akibat hoax yang disebarkan Ratna Sarumpaet, Capres Prabowo Subianto menggelar konferensi pers yang menuding ada intimidasi terhadap Ratna yang saat itu merupakan jurkam timses Prabowo - Sandiaga. Belakangan terungkap wajah lebam Ratna Sarumpaet akibat operasi facelift di salah satu rumah sakit daerah Menteng, Jakarta Pusat. Timses Prabowo langsung memecat Ratna dari posisinya.