TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi E Bidang Kesra DPRD DKI Jakarta, Merry Hotma, mengatakan pemerintah DKI lemah ihwal pendataan sehingga rincian penerima bantuan sosial atau bansos tidak akurat. Dia pun menjadi khawatir dengan penyaluran bansos semasa Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB Jakarta bakal tak tepat sasaran.
"Jadi ketika sekarang ini kondisi yang sangat mendesak dan darurat pemerintah memunculkan dana yang begitu besar, kami juga sebenarnya ngeri," kata Merry saat dihubungi, Rabu, 22 April 2020. "Kalau urusan data, DKI itu super lemah."
Merry memperoleh laporan bahwa penerima bansos dari pemerintah DKI adalah orang mampu yang memiliki mobil. Ini terjadi di Jakarta Utara dan Jakarta Barat. Namun, dia tak merinci wilayah yang dimaksud dan jumlah penerimanya.
Padahal, pembagian bansos menyasar warga miskin dan rentan miskin di Ibu Kota yang terdampak PSBB. Pemerintah DKI telah mendistribusikan bansos sejak Kamis, 9 April, sehari sebelum PSBB berlaku. Bantuan akan dibagikan kepada 1,2 juta warga miskin dan rentan miskin sekali seminggu.
Merry menilai, seharusnya para lurah terlebih dulu mengumpulkan data warga yang layak menerima bansos. Lurah dapat meminta data tersebut dari RT dan RW. Kemudian lurah menyampaikan data kepada camat, camat ke wali kota, dan wali kota melaporkan ke gubernur.
Cara ini dinilai dapat memperbaharui data minimal 30 persen sehingga penerima bansos benar-benar warga membutuhkan. "Paling tidak ada 30 persen pembaharuan yang menuju keakuratan dalam pendataan dengan menggunakan sistem itu," jelas politikus PDIP ini.
Sebelumnya, beberapa warga RW 07 Kelapa Gading, Jakarta Utara mengembalikan bansos dari pemerintah DKI. Sebab, mereka merasa masih mampu. Seorang warga di RT 06 RW 11, Cempaka Putih Barat, Jakarta Pusat juga masuk daftar penerima bansos. Namanya Tony Hartawan. Padahal, Tony tinggal di rumah seluas 286 meter persegi. Kendaraan bermotor dan sepeda Brompton juga terparkir di garasinya.