TEMPO.CO, Jakarta -Ketua Koalisi Pejalan Kaki, Alfred Sitorus, menganggap pejalan kaki akan mengabaikan penerapan jaga jarak alias physical distancing meski diutamakan selama Pembatasan Sosial Berskala Besar alias PSBB Transisi.
Dia menilai trotoar eksisting tidak mendukung kebijakan Gubernur DKI Anies Baswedan bahwa ruas jalan bakal diutamakan bagi pejalan kaki dan pesepeda selama PSBB Transisi berlaku.
"Jadi orang berjalan kaki (seperti) sebelum terjadi pandemi aja. Jadi masa bodo aja yang namanya physical distancing karena memang ruangnya kan tidak cukup," kata Alfred saat dihubungi, Senin, 8 Juni 2020.
Menurut dia, tak semua trotoar di Jakarta saat ini memiliki lebar sekitar 5 meter seperti di sepanjang jalan Sudirman-Thamrin. Misalnya, lebar trotoar di Stasiun Cikini, Manggarai, dan Gondangdia, tidak sampai satu meter.
Sementara volume penumpang kereta akan tinggi mengingat aktivitas sosial dan ekonomi diizinkan kembali beroperasi. Trotoar di Stasiun Cikini pun disekat dengan pagar. Alfred menambahkan, trotoar baru di sepanjang Jalan Cikini justru dimanfaatkan untuk parkir kendaraan.
Belum lagi, dia mengklaim, trotoar baru di Jalan Kramat, Jakarta Pusat justru dipakai oleh pemilik usaha kecil dan menengah (UKM) yang diresmikan pemerintah DKI.
"Itu orang kalau udah lalu lalang di situ (trotoar Stasiun Cikin), udahlah ambyar tuh pasti di situ," ujar dia.
Alfred juga menyoroti antrean penumpang bus transjakarta bisa-bisa mengular dari halte ke trotoar. Sebab, warga sudah memulai kembali kerja di kantor di masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi ini.
Sebelumnya, Gubernur DKI Anies Baswedan menetapkan ruas jalan Jakarta diutamakan bagi pejalan kaki dan pesepeda selama masa PSBB transisi. Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Gubernur Nomor 51 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar Pada Masa Transisi Menuju Masyarakat Sehat, Aman, dan Produktif.