TEMPO.CO, Jakarta - Tim Divisi Hukum Mabes Polri menolak dalil-dalil dari mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte yang dimuat dalam permohonan praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Salah satu dalil yang dibantah adalah penetapan Napoleon sebagai tersangka suap senilai Rp 7 miliar untuk penghapusan red notice terhukum Djoko Tjandra.
Menurut Napoleon, penetapan tersangka terhadapnya tanpa barang bukti yang cukup. "Dalil itu tidak berdasar dan tidak beralasan," kata salah satu anggota tim Divisi Hukum Mabes Polri saat memberikan jawaban dalam sidang praperadilan itu, Selasa, 29 September 2020.
Napoleon Bonaparte bersama Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo, Tommy Sumardi, dan Djoko Tjandra ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri dalam kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra. Dalam perkara itu, Djoko Tjandra dan Tommy Sumardi diduga sebagai pemberi suap, sedangkan Napoleon dan Prasetijo penerima suap. Mereka berdua diduga menerima uang suap sebesar US$ 20 ribu yang diberikan Djoko Tjandra melalui Tommy.
Tim Divisi Hukum Mabes Polri menyampaikan kembali alasan-alasan penetapan tersangka terhadap Napoleon. Menurut Mabes Polri, berdasarkan penyesuaian antara saksi-saksi dan bukti surat, pihaknya menemukan fakta tentang suap yang dilakukan oleh Napoleon.
"Fakta perbuatan pemohon adalah setelah adanya pertemuan kesepakatan tentang nilai sejumlah yang awalnya Rp 3 miliar yang akhirnya disepakati Rp 7 miliar dalam bentuk dolar Amerika dan dolar Singapura secara bertahap, pada 13 April 2020 antara Tommy Sumardi dengan pemohon," ujar tim Divisi Hukum Mabes Polri. Setiap kali Napoleon selesai menerbitkan surat-surat, uang diberikan per termin. Totalnya berjumlah Rp 7 miliar.
"Walaupun pemohon menyangkal tidak menerima uang yang telah diberikan, patut dipertanyakan kembali atas prestasi pemohon menerbitkan surat-surat itu sampai dengan perbuatan itu menguntungkan pihak pemberi suap, yakni Joko Soegiarto Tjandra," ujar termohon.
Atas terbitnya surat-surat yang dibuat oleh Napoleon, tim Divisi Hukum Mabes Polri menyatakan bahwa Joko Tjandra menerima manfaat berupa terhapusnya nama dia dalam sistem ECS pada SIMKIM Ditjen Imigrasi. Fakta bahwa Tommy telah menyerahkan uang Rp 7 miliar kepada Napoleon sebesar Rp 7 miliar dianggap sesuai dengan pasal suap.
Napoleon dijerat dengan Pasal 5 ayat 2, Pasal 11, Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 huruf b Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 KUHP. "Menggambarkan bahwa pemohon telah bertindak tidak objektif dan tidak profesional dalam melaksanakan tugasnya," kata termohon parperadilan.
Dalam kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra ini, Bareskrim Polri menetapkan empat tersangka. Selain Napoleon Bonaparte, tersangka lain adalah Joko Tjandra dan Tommy Sumardi sebagai pemberi suap. Kemudian Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo sebagai penerima suap, sama seperti Napoleon.