TEMPO.CO, Jakarta - Warga negara asing (WNA) Estonia tersangka kasus skimming, Sergei Putskov alias SP, terancam pidana penjara 20 tahun dan denda Rp 10 miliar. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Endra Zulpan mengatakan pria berusia 24 tahun itu dijerat dengan pasal berlapis.
Tersangka dikenakan Pasal 363 KUHP dan atau pasal 30 Jo pasal 46 UU Nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan atau pasal 3, 4, 5 UU Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Pasal berlapis diharapkan untuk bisa memberikan efek jera kepada pelaku pencurian melalui skiming walaupun pelaku WNA. Melakukan di Indonesia, hukum yang diterapkan hukum Indonesia,” ujar Zulpan saat konferensi pers di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Senin, 27 Juni 2022.
Untuk hukumannya, Pasal 363 KUHP, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun; dan Pasal 30 Jo Pasal 46 UU Nomor 19 tahun 2016 tentang ITE, penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp 600 juta.
Raut wajah tersangka jelang konferensi pers kasus tindak pindana mengakses sistem elektronik tanpa izin atau Skimming dan tindak pidana pencucian uang, Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan. 27 Juni 2022. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Sedangkan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU, penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar; Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU, penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar; dan Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU, penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.
2 orang DPO di luar negeri
Selain SP, ada dua orang lainnya yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). “Inisial MARK yang merupakan teman senegara tersangka dan ada akun Telegram atas nama Lady Brown,” kata Zulpan.
Menurut Zulpan, orang yang masuk DPO itu adalah yang memberikan instruksi kepada tersangka dalam melakukan pencurian data nasabah ini. Kedua DPO itu merupakan warga negara asing yang tidak ada di Indonesia. Hal itu menjadi kendala polisi untuk menangkapnya.
Zulpan mejelaskan peran DPO itu adalah menerbangkan warga Estonia itu ke Jakarta dan memberikan arahan untuk melakukan kejahatan. Para tersangka ini melakukan komunikasi melalui aplikasi Telegram dan melangsungkan aksinya berdasarkan instruksi dari orang yang DPO itu.
“Kita sudah mengantongi namanya. Saat ini ditetapkan DPO. Nanti kerjasama dengan instansi lainnya,” tutur Zulpan.
Tersangka SP dibayar pakai Bitcoin senilai Rp 15,5 juta
Zulpan menjelaskan bahwa tersangka kasus skimming Sergei Putskov atau SP dibayar dengan Bitcoin. Upah tersebut diberikan secara tidak menentu serta setiap berhasil melakukan transaksi.
Sejumlah barang bukti dihadirkan saat konferensi pers kasus tindak pindana mengakses sistem elektronik tanpa izin atau Skimming dan tindak pidana pencucian uang dengan tersangka WN Estonia, di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Senin, 27 Juni 2022. TEMPO/ Febri Angga Palguna
“Keuntungan atau upah yang sudah tersangka dapatkan adalah sebesar US$ 900-US$ 1.050 (setara Rp 13,3 juta-Rp 15,5 juta) yang dikirimkan melalui Bitcoin,” ujar Zulpan.
Menurut Zulpan, SP melakukan skimming dengan cara menggunakan kartu khusus sebagai alat skimming. Alat itu ditujukan sebagai sarana untuk menampung data elektronik nasabah dengan cara menggesekanya melalui mesin encorder yang terhubung ke laptop yang sudah terinstall aplikasi MSRX.
Data informasi nasabah tersebut akan diakses mengggunakan kartu binance yang sudah terisi melalui ATM Bank tersebut ke rekening bank yang diperintahkan oleh pimpinannya melalui Telegram. Tersangka kasus skimming itu melakukan perbuatan tersebut di Jakarta, Bogor, dan Yogyakarta.
Baca juga: Ke Indonesia Jadi Tukang Skimming, Begini Cara Warga Estonia Sedot Data Nasabah Bank