TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Kapolres Bukittinggi Ajun Komisaris Besar Polisi Dody Prawiranegara menjalani sidang agenda duplik dalam kasus sabu yang juga menyeret Irjen Teddy Minahasa Putra, hari ini. Kuasa hukum Dody, Adriel Viari Purba menyatakan menolak dalil Jaksa Penuntut Umum dalam replik sebelumnya.
"Kami penasihat hukum dengan tegas menolak seluruh dalil-dalil Jaksa Penuntut Umum dalam replik, kecuali hal-hal yang diakui dan dinyatakan secara tegas kebenarannya oleh penasihat hukum," ujar Adriel di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Rabu, 26 April 2023.
Adriel mengatakan Dody hanya melaksanakan perintah Teddy Minahasa karena terikat dalam budaya organisasi di Polri. Argumentasinya berdasarkan hasil asesmen dua orang psikolog klinis, Liza Marielly Djaprie, Tara de Thouars, dan Analis Tulisan Tangan Kusuma Prabandari.
Menurut Adriel, Teddy tidak memiliki rasa segan dan malu membawa nama pejabat Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya dalam perkara penjualan sabu barang bukti Polres Bukittinggi itu. Teddy menganggap kasus ini berjalan karena perintah seorang pimpinan.
"Padahal di sisi lain, jelas ada bukti fisik berupa chat Whatsapp dan juga bukti-bukti lainnya yang tidak terbantahkan mengenai adanya perintah dari Irjen Pol. Teddy Minahasa kepada terdakwa AKBP Dody Prawiranegara," tuturnya.
Sikap arogan Teddy juga membawa nama ayah Dody, Inspektur Jenderal (purnawirawan) Maman Supratman dengan menyebut Maman menjebak Teddy dalam perkara ini. Adriel mengatakan, tuduhan itu tidak tepat karena apa yang disampaikan sudah apa adanya sesuai fakta.
Adriel juga membantah istri Dody, Rakhma Darma Putri disebut menjebak eks Kapolda Sumatera Barat itu dalam skenario meminta tolong. Menurutnya, komunikasi dengan Teddy saat itu adalah Rakhma meminta pertolongan awal saat proses hukum, bukan berpaling dan menyalahkan asisten Dody yang bernama Syamsul Ma'arif alias Arif dalam perkara ini.
"Justru dimanfaatkan oleh Irjen Pol Teddy Minahasa dengan memberikan skenario 'buang badan' dan 'mencari kambing hitam' kepada Syamsul Ma’arif," kata Adriel.
Dalam argumentasi hukum duplik Dody Prawiranegara, Adriel menyampaikan bahwa kliennya berbuat sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum. Tetapi itu dilakukan secara terpaksa sebagaimana dalam Pasal 48 KUHP, serta perintah atasan yang berwenang sebagaimana Pasal 51 ayat (1) KUHP.
Pada perkara ini, Dody Prawiranegara dianggap bersalah sebagaimana dimaksud Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jaksa Penuntut Umum menuntut hukuman 20 tahun penjara.
Pilihan Editor: Sidang Vonis Dody Prawiranegara, Anita Cepu, dan Kasranto di Kasus Teddy Minahasa Digelar 10 Mei