TEMPO.CO, Jakarta - Dewi Kanti Setia Ningsih, Komisioner Subkomisi Pemantauan Komnas Perempuan menilai putusan kedaluwarsa oleh hakim pada kasus poligami istri TNI AU menjauhkan korban dari keadilan.
"Penetapan kedaluwarsa laporan korban menjauhkan korban dari keadilan dan melanggengkan impunitas terhadap pelaku," kata Dewi saat dihubungi Tempo, Sabtu, 3 Mei 2023.
Ia berharap majelis hakim memiliki sensitivitas gender pada kasus tersebut. Lantaran hakim dianggap terlalu berpihak pada satu sisi.
"Kami berharap majelis dan atau institusi yang menangani kasus ini memiliki sensitivitas gender yang menunjukkan keberpihakan terhadap korban," ucapnya. Selain itu, Komnas perempuan akan terus memantau kasus tersebut.
RS, 51 tahun ditemui Tempo, pada Sabtu, 27 Mei 2023 menceritakan pengalamannya melaporkan sang suami, MH yang memiliki pangkat Kolonel di Pusdiklat Belanegara Rumpin Bogor. Atas tindakan KDRT dan poligami itu, sang istri merasa dipersulit.
“Jadi sebenarnya ketidakadilan ya baik dari proses pengaduan pun persidangan. Mulai dari awal mengadukan tadi seperti yang saya bilang bahwa pelapor bisa jadi terlapor kemudian prosesnya dilambat-lambatkan sampai tidak diproses lebih lanjut,” kata RS kepada Tempo.
RS menikah dengan MH sejak 1999. Kemudian, pada 2006, MH menikah lagi dan RS baru mengetahui pernikahan tersebut pada 2021.
Padahal dalam aturannya, anggota TNI dilarang melakukan pernikahan ganda. PNS atau anggota TNI sesuai Surat Edaran (SE) bernomor SE/71/VII/2015 dilarang melakukan poligami.
Pada 2021, RS mengatakan saat ketahuan, sang suami langsung membuat surat cerai kepada istri barunya.
"Itu ketahuan dia langsung bikin surat cerai, itu ketahuan tanggal 5 0ktober 2021, tanggal 8 dia buat surat cerai. Tapi di surat cerainya itu tidak ada tanggal, nama istrinya disingkat tanggal lahir beda, alamat beda, itu yang disampaikan ke dinas, jadi dinas enggak proses," ucapnya.
Namun, RS mengeklaim dalam Berita Acara Pemeriksaan istri baru, tertulis terakhir berhubungan pada Desember 2021. "Jadi meskipun cerai masih berhubungan, jadi kan ada manipulasi setelah ketahuan itu, masih berhubungan," tuturnya.
RS mengatakan gelagat suaminya berbeda, hingga muncul beberapa kekerasan yang dialaminya. Puncaknya, pada 19 Februari 2022, ia mendapatkan kekerasan fisik hingga menyebabkan luka. Akhirnya RS melaporkan tindakan sang suami dengan nomor laporan yang teregistrasi POM-405/A/IDIK-03/II/2022/HLM.
Akan tetapi, yang diproses adalah kasus KDRT. MH dijatuhi hukuman 2 bulan tanpa penahanan atau semacam harap lapor. "Tuntutannya saja menurut saya tidak berkeadilan, nanti putusan hakim di bawah tuntutan atau sama saja itu tidak berkeadilan.Tuntutan auditur 4 bulan jadi 2 bulan," ucapnya.
Ia menilai relasi kuasa suami RS tinggi karena pangkatnya kolonel. Bahkan, menurutnya saat mencuat permasalahan tidak ada mediasi dari pihak institusi. Malah, tiba-tiba dia diajak ke salah satu masjid dan disodorkan surat cerai.
Perjuangan RS, tidak mudah. Laporannya mandek hingga ia harus meminta bantuan kepada beberapa lembaga seperti Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak, dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia.
Saat melaporkan, RS mengatakan adanya dugaan intimidasi dari penyidik di Satuan Polisi Militer Lanud Halim Perdana Kusuma, yang mengatakan, laporan tersebut bisa berbalik. "Penyidik bilang, 'ini bisa pencemaran nama baik' sama suami saya juga gitu," ucapnya.
Setelah ditelisik ternyata, penyidik merupakan anak buah dari sang suami. Saat pengajuan banding kasus KDRT, RS juga menilai dipersulit dan dilarang untuk mengajukan banding kasus KDRT.
"Ketemu auditur mau mengajukan banding yang KDRT katanya ‘enggak usah nanti biar putusan yang poligami lebih tinggi'," ucapnya.
RS tetap mengajukan memori banding, ternyata proses banding itu ditolak setelah pihak RS mengkonfirmasi lagi ke auditur. Belakangan baru dijelaskan kalau memori banding tidak bisa diproses.
Sidang poligami sang suami
Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta memutuskan kasus perselingkuhan dan poligami perwira TNI AU Kolonel Kal MH telah kedaluwarsa. Perwira menengah itu didakwa atas dugaan kejahatan terhadap asal usul dan perkawinan karena dia menikah siri dengan perempuan lain yang bukan istri sahnya selama 17 tahun.
"Dengan ini menyatakan tuntutan tidak dapat diterima," ujar Hakim Ketua Kolonel Chk. Adeng saat membacakan vonis di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Selasa, 30 Mei 2023.
Perkara ini teregistrasi pada nomor 68-K/PMT.II/AU/XI/2022. Sidang sudah digelar sejak Rabu, 21 Desember 2022.
Sekitar enam orang telah diperiksa sebagai saksi selama sidang digelar. Ketika hakim membacakan putusan, MH telah mengakui pernikahan sirinya itu.
Perwira Pusdiklat Belanegara Rumpin Bogor ini menikahi perempuan bernama RS sejak 10 Desember 2006. Keduanya memiliki dua orang anak yang telah lahir pada tahun 2008 dan 2010.
Hakim membeberkan, istri sah terdakwa yaitu RS baru mengetahui fakta bahwa suaminya telah nikah siri dengan perempuan lain dari pengakuan MH langsung pada 5 Oktober 2021.
Hakim memutuskan agar anggota TNI itu dijatuhi sanksi disiplin oleh satuannya langsung, yaitu TNI Angkatan Udara. "Diselesaikan melalui saluran hukum disiplin," kata Hakim Ketua Kolonel Chk. Adeng.
Oditur atau penuntut umum Kolonel Tarmizi M. menyatakan akan banding atas putusan Majelis Hakim. Walau perkara ini dinyatakan kedaluwarsa, perbuatan MH melakukan poligami sudah terbukti.
"Ternyata perbuatannya terbukti, hanya karena sudah kedaluwarsa sehingga jadi hukum disiplin," kata Tarmizi usai sidang.
RS merasa kecewa atas putusan hakim tersebut. Selain berselingkuh hingga kawin siri, suaminya juga melakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Haris Azhar selaku pengacara RS menuturkan, pola pikir Majelis Hakim yang sebenarnya kedaluwarsa. Semestinya kejahatan itu bukan dilihat dari kapan dilakukan pelaku, karena korban baru mengetahui suaminya telah berpoligami itu pada 2021.
"Tetapi kapan mulai diketahui oleh pihak-pihak yang dianggap berpotensi atau layak melakukan upaya hukum," ujar Haris usai sidang di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta.
Selain itu, dia menganggap hakim tidak memiliki perspektif gender terhadap perempuan yang menjadi korban.
RS merasa kecewa atas putusan hakim tersebut. Menurutnya putusan ini mencederai rasa keadilan untuk dirinya sebagai korban.
Dia mengatakan seharusnya, sang suami bisa memberi teladan baik kepada keluarganya, tetapi justru berbuat sebaliknya. "Menurut saya pernikahan ganda atau poligami ini sebenarnya adalah kejahatan dalam rumah tangga. Harusnya di tempat ini saya bisa mencari keadilan," kata RS.
Pilihan Editor: Pengadilan Militer Putuskan Kasus Poligami Anggota TNI AU Sudah Kedaluwarsa, Sanksi Disiplin Diserahkan ke Satuannya
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.