Pemilihan Johanis Tanak sebagai pengganti Lili Pintauli Siregar mengundang kritikan sejak awal. Pasalnya, Johanis sempat mengusulkan penggunaan pendekatan restorative justice atau keadilan restoratif dalam tindak pidana korupsi. Usulan itu disampaikan saat dia menjalani uji kelayakan dan kepatutan Capim KPK di DPR RI pada 2022.
Saat itu, Johanis mengusulkan koruptor bisa mendapat jaminan tak diproses secara hukum dengan syarat mengembalikan tiga kali lipat kerugian negara yang disebabkan oleh tindakannya.
Dalam uji kelayakan dan kepatutan pada 2019, Johanis juga mendapatkan kritikan karena sepakat dengan revisi Undang-Undang KPK. Dia saa itu sepakat dengan pembentukan Dewan Pengawas dan pemberian kewenangan untuk menerbitkan Surat Perintah Penghentian Perkara (SP3).
Saat ini, Johanis Tanak menjadi salah satu yang diperbincangkan dalam seleksi capim KPK periode 2024-2029. Salah satu yang menyorotinya adalah Ketua Badan Pengurus Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Julius Ibrani.
"Ditemukan dugaan pelanggaran ketika (Johanis Tanak) memilih langsung bicara soal pekerjaan izin pertambangan dengan ESDM (Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral). Lalu, dilaporkan etik. Ini kan bermasalah juga," ujar Julius saat dihubungi Tempo, Jumat, 9 Agustus 2024.
Sekitar setahun silam, Johanis memang sempat terjerat kasus dugaan pelanggaran etik. Kendati akhirnya ia diputuskan tak bersalah.
Kasus ini berawal dari percakapan atau chat Johanis Tanak dengan pejabat Kementerian ESDM Muhammad Idris Froyoto Sihite. Percakapan yang berisi 'bisalah kita cari duit' itu sempat viral di media sosial.
Idris Sihite pernah diperiksa KPK pada kasus korupsi tunjangan kinerja (tukin) di lingkungan Dirjen Minerba Kementerian ESDM. Selain itu, Idris sempat terlibat dalam kasus dugaan kebocoran dokumen penyelidikan KPK.
Sementara itu, Johanis Tanak menyatakan chat tersebut terjadi sebelum adanya perintah penyelidikan. Selain itu, ia mengaku tidak tahu Idris sudah menjadi Plh. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara atau Dirjen Minerba. Ia mengira Idris masih menjabat sebagai Kepala Biro Hukum Kementerian ESDM.
Majelis Etik Dewas KPK akhirnya memutuskan Johanis Tanak tak bersalah. Anggota Majelis Etik Dewas KPK, Albertina Ho, menyatakan Johanis hanya terbukti secara sah dan meyakinkan tidak memberitahukan kepada sesama pimpinan mengenai komunikasi yang telah dilaksanakan dengan pihak lain.
Bagus Pribadi ikut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.