TEMPO.CO, Jakarta - Seorang santri berinisial AKP, 13 tahun meninggal dunia diduga setelah mendapatkan kekerasan dari seniornya. Peristiwa itu terjadi di sebuah pondok pesantren di Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah pada 16 September 2024.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang ikut memantau peristiwa itu menyatakan kejadian kekerasan tersebut terjadi pada siang hari, sekitar pukul 11:00 WIB. Kejadian bermula saat senior tersebut diduga meminta uang kepada korban dengan paksa. Namun, korban tidak memberi uang dan menyampaikan pada seniornya bahwa ia tidak memiliki uang.
Tak lama setelah itu, senior korban marah dan memukul korban di bagian perut, dada dan uluhati. Akibat pukulan itu, korban tak sadarkan diri. “Karena tidak tertangani dengan cepat akhirnya korban meninggal dunia,” ungkap Komisioner KPAI Aris Adi Laksono, Kamis, 19 September 2024.
Kekerasan di lingkungan pondok pesantren bukan pertama kali terjadi. KPAI berpandangan tingginya angka kekerasan di pesantren menjadi masalah yang serius. Apalagi sampai berdampak pada kematian anak.
Aris berpesan pesantren seharusnya dapat menjadi rumah yang aman, nyaman dan menyenangkan bagi anak. Namun, menjadi ironis jika ternyata ditemukan banyak kasus kekerasan justru berasal dari pesatren.
KPAI menegaskan bahwa kekerasan terhadap AKP yang berujung kematian merupakan pelanggaran terhadap UU RI No. 35 Tahun 2014 perubahan UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, maka proses hukum harus berjalan sesuai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
“KPAI mendesak kepolisian Resor Sukoharjo mengusut secara tuntas kasus kekerasan yang berakibat kematian AKP dan memastikan keadilan bagi korban dan keluarganya,” tegas Aris.
KPAI juga mengingatkan kepolisian untuk mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) dalam memproses kematian santri ini. dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa peradilan pidana anak dilaksanakan berdasarkan asas perlindungan, keadilan, nondiskriminasi serta kepentingan terbaik bagi anak.
Selain itu ia juga meminta agar kepolisian dapat memperhatikan kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak yang berhadapan dengan hukum, melakukan pembinaan dan pembimbingan anak. “Perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir dan penghindaran pembalasan,” kata Aris.