TEMPO.CO, Jakarta - Pada hari kedua di Kota Malang, Komisi Pemberantasan Korupsi melanjutkan pemeriksaan terhadap 14 pengurus kelompok masyarakat atau pokmas penerima dana hibah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jawa Timur tahun anggaran 2019-2022.
Pemeriksaan dilakukan di Balairung Sanika Satyawada Markas Kepolisian Resor Malang Kota pada hari ini, Rabu, 18 September 2024. Mereka diperiksa selama hampir 5 jam sejak pukul 09.30 WIB. Sebelumnya, di hari pertama (Selasa, 17 September 2024), penyidik KPK lebih dulu memeriksa tujuh pengurus pokmas di tempat yang sama selama hampir 6 jam.
“Total, ada 21 pengurus pokmas yang kami periksa di Kota Malang dalam dua hari ini dan semuanya masih jadi saksi,” kata Juru Juru Bicara KPK Tessa Mardhika Sugiarto.
Empat belas pengurus pokmas yang diperiksa di hari kedua berinisial MS (Salam Kompak), NDM (Sinar Fajar), DWC (Sumberejo Makmur), STY (Sambirejo Jaya), ISM (Maju Bersama), SBC (Bina Karya), HRF (Karya Bakti), EDS (Maju Bersama), AKM (Makmur Abadi), MKB (Watu Payung), WYR (Harapan Jaya), EDW (Amanah Pletes), NDP (Maju Makmur), dan SPD (Makmur Sejahtera).
Sedangkan tujuh pengurus pokmas yang diperiksa pada hari pertama berinisial BBH (Manunggal), HRD (Rukun Jaya), WRI (Sekar Arum), MRD (Dadi Makmur), DDI (Jogomulyan), BML (Kerto Gawe III), JMT (Karya Tani I).
Di luar 21 pengurus pokmas yang diperiksa, komisi antirasuah juga menemukan dua pokmas fiktif, yaitu Pokmas Gunungan dan Pokmas Makmur Jaya, yang berdasarkan fotokopi dokumen yang beredar di kalangan wartawan beralamat di Desa Sumberagung, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, masing-masing atas nama Mardi Yudianto dan Andik Saiful.
Fiktifnya dua pokmas itu berasal dari surat keterangan yang dibuat dan ditandatangani Kepala Desa Sumberagung Muzayid tanggal 13 September 2024. Muzayid memastikan di desanya tidak ada Pokmas Gunungan dan Pokmas Makmur Jaya. Sebelumnya, KPK mengirimakan surat untuk Pokmas Makmur Jaya atas nama Andik Saiful.
“Surat keterangan yang kami buat memang untuk Pokmas Gunungan. Tapi KPK juga kirim undangan kepada Andik Saiful dari Pokmas Makmur Jaya. Padahal pokmas ini pun tidak ada di desa kami. Semoga klarifikasi dari kami bisa membantu penyidik KPK,” kata Muzayid.
Berdasarkan informasi yang beredar di kalangan wartawan pula diduga rata-rata dana hibah yang diterima pokmas dikelola oleh kader maupun pengurus partai politik (parpol) tingkat desa atau kecamatan. Pengelolanya berasal dari sekitar 3-4 parpol berbeda.
Sebelumnya, di Gedung Merah Putih KPK, 17 Juli 2024, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, ada sekitar 14 ribu pokmas fiktif se-Jawa Timur yang diduga menerima dana hibah tersebut. Mayoritas pokmas abal-abal ini tersebar di 29 kabupaten.
Dana hibah yang mengalir ke semua pokmas fiktif berkisar antara Rp 1 sampai Rp 2 triliun, yang dibagi-bagi ke dalam bentuk proyek pembangunan infrastruktur. Setiap pengurus pokmas harus lebih dulu menyetor 20 persen dari total dana hibah yang akan disalurkan.
Seperti diberitakan Tempo pada 5 Juli 2024, KPK menetapkan 21 orang tersangka pengurusan dana hibah untuk pokmas dari APBD Provinsi Jawa Timur 2019-2022. Penetapan tersangka berasal dari pengembangan perkara yang melibatkan Wakil Ketua DPRD Jawa Timur Sahat Tua Parlindungan Simanjuntak.
Dari 21 orang tersangka, empat di antaranya merupakan tersangka penerima suap dan 17 orang lagi tersangka pemberi suap. Empat tersangka penerima suap merupakan penyelenggara negara. Sedangkan 15 tersangka pemberi suap berasal dari pihak swasta dan sisanya merupakan penyelenggara negara.
Sahat sendiri divonis oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Surabaya dengan hukuman 9 tahun penjara serta denda Rp 1 miliar subsider penjara 6 bulan, pada 26 September 2023. Petinggi Partai Golkar Jawa Timur ini diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 39,5 miliar.
Pilihan Editor: Tujuh Pengurus Pokmas di Malang Diperiksa KPK terkait Dugaan Suap Dana Hibah DPRD Jawa Timur