TEMPO.CO, Jakarta - Deny Setianto, pemeriksa Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pada Direktorat LHKPN Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mengungkapkan Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh tak melaporkan seluruh harta kekayaannya dalam LHKPN-nya.
Menurut dia, sesuai data LHKPN Gazalba pada 2016-2022, tidak tercatat adanya kekayaan berupa uang tunai maupun valuta asing sebagaimana yang ditanyakan Jaksa Penuntut Umum (JPU). "Jika dicek, untuk kepemilikan kas setara kas tidak ada berbentuk uang tunai dan valuta asing," kata Deny di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Jakarta Pusat, pada Senin, 12 Agustus 2024.
Deny menjelaskan dalam LHKPN, terdapat bagian kas setara kas yang mana penyelenggara negara bisa memilih di bagian uang tunai. Pada bagian yang dimaksud, penyelenggara negara bisa memilih bentuk mata uang yang diinginkan dan mencantumkan kurs yang akan digunakan.
Dalam kesaksiannya, Deny menyebut dalam LHKPN Gazalba hingga 2021, tidak tercatat kepemilikan uang tunai maupun valuta asing, sedangkan KPK menemukan bahwa Hakim Agung nonaktif itu memiliki deposito atas nama istrinya sejumlah US$ 3.300.
"Sampai 2021 tidak tercatat kepemilikan tunai valuta asing atau dolar Singapura tapi ada deposito atas nama istri yang memiliki nilai US$ 3.300 di Bank Mandiri ini di 2016. Itu sudah tercatat dan untuk deposito itu tercantum hasil sendiri," ujarnya.
Tak hanya uang, Gazalba juga tak melaporkan kepemilikan mobil Alphard dan beberapa properti, salah satunya rumah yang berlokasi di Sedayu City Kelapa Gading Cluster Eropa, Cakung, Jakarta Timur seharga Rp 3,8 miliar. "Yang dilaporkan hanya Avanza, kemudian Civic dan Toyota Fortuner," tutur Deny.
Dalam LHKPN 2021, Gazalba memiliki logam mulia seberat 200 gram dengan nominal yang dilaporkan Rp 192.
Sebelumnya, Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (Jaksa KPK) mendakwa Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh telah menerima gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Dalam dakwaan perkara gratifikasi, Jaksa menyebut Gazalba menerima uang Rp 37 miliar saat menangani perkara Peninjauan Kembali (PK) atas nama terpidana Jaffar Abdul Gaffar pada 2020.
Dalam salinan dakwaan KPK yang diterima Tempo, Jaksa menyebut uang Rp 37 miliar itu diterima Gazalba melalui pengacara bernama Neshawaty Arjad yang juga memiliki hubungan keluarga dengan bekas Hakim Agung itu. “Pada 15 April 2020, Peninjauan Kembali Terpidana Jaffar Abdul Ghafar dikabulkan oleh terdakwa,” kata Jaksa.
Pilihan Editor: Pemanggilan Airlangga Hartarto, Kejagung: Tergantung Kebutuhan Penyidikan