TEMPO.CO, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mendesak agar kasus dugaan penyiksaan terhadap anak oleh anggota TNI hingga tewas tidak diadili di peradilan militer. Desakan ini disampaikan oleh Muhammad Yahya Ihyaroza dari Divisi Hukum KontraS usai mengikuti rapat koordinasi bersama Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
"Kami selalu menyampaikan bahwa peradilan militer bukanlah tempat yang ideal untuk mengadili para terduga pelaku tindak pidana yang dilakukan oleh anggota militer," ujar Yahya saat ditemui di Kantor KPAI, Jakarta Pusat, Senin, 19 Agustus 2024.
Yahya menjelaskan bahwa saat ini, dua kasus besar, yaitu pembakaran rumah wartawan Tribrata TV di Tanah Karo dan penyiksaan anak di Medan (MHA, 15 tahun) tengah ditangani oleh Detasemen Polisi Militer (Denpom). Dia berujar, kedua kasus ini kemungkinan besar akan dibawa ke peradilan militer, yang menurut KontraS tidak transparan dan tidak akuntabel.
Bukan tanpa alasan, sebab KontraS telah melakukan pemantauan terhadap peradilan militer dari November 2022 hingga Oktober 2023. Dalam periode tersebut, tercatat 117 prajurit diadili atas kasus penganiayaan, 17 di antaranya menyebabkan kematian.
Ironisnya, mayoritas dari mereka hanya dijatuhi hukuman kurungan singkat, meskipun tindak pidana yang dilakukan berakibat fatal hingga mengakibatkan melayangnya nyawa anak-anak. "Hal inilah yang kami takutkan akan kembali terjadi di dua kasus ini," ucap dia.
Maka dari itu, untuk mencegah hal tersebut, KontraS mendorong KPAI, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban atau LPSK untuk melakukan pemantauan ketat terhadap proses hukum yang berjalan di dua kasus tersebut. Dia berharap, tekanan dari lembaga-lembaga ini dapat memastikan agar pelaku diadili secara objektif, dan vonis yang dijatuhkan sesuai dengan rasa keadilan bagi keluarga korban.
Yahya juga menekankan pentingnya mekanisme koneksitas, yang memungkinkan kasus ini diadili di peradilan umum. Menurut dia, dalam kasus-kasus seperti ini dengan kerugian terbesar yang dialami oleh masyarakat sipil, sudah seharusnya kasus tersebut tidak diadili di peradilan militer.
Dia turut mengungkan harapan agar upaya mereka dan berbagai lembaga lainnya dapat mewujudkan keadilan bagi para korban. Serta, mencegah terulangnya ketidakadilan dalam sistem peradilan militer.
Pilihan Editor: KPAI Soroti Lambatnya Penanganan Kasus Pembunuhan yang Diduga Melibatkan Anggota TNI