TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan menggelar rapat koordinasi terhadap kasus dugaan perundungan mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Diponegoro yang menimpa Aulia Risma Lestari.
Aulia diduga mendapatkan perundungan saat menjalani praktik di RSUP Kariadi Semarang, Jawa Tengah, hingga memutuskan bunuh diri dengan menyuntik dirinya sendiri menggunakan obat bius, sehari sebelum meninggal.
Pelaksana tugas Deputi VI Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Kemenko PMK, Warsito, mengatakan pihaknya akan melakukan evaluasi secara menyeluruh.
"Dalam konteks ini, Kemenko PMK akan segera menindaklanjuti koordinasi karena kebetulan Kemenkes di bawah Deputi III, kemudian Kementerian Pendidikan ada di bawah Deputi VI untuk bagaimana kejadian ini tidak berulang," kata Warsito di Gedung Kemenko PMK, Jakarta Pusat, pada Senin, 19 Agustus 2024.
Ia menjelaskan Kemenko PMK akan berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan serta Kemnkes guna memastikan sejauh mana institusi pendidikan yang diduga melakukan perundungan menaati regulasi yang ada.
"Kami berharap siapa pun yang tahu kejadian sejenis, untuk sama-sama membantu melaporkan kepada institusi. Bahkan kami ada pos pengaduan. Saya kira di semua lembaga pendidikan ada," ucapnya.
Kemenkes masih dalami kasus Aulia
Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Azhar Jaya mengatakan sedang mendalami dugaan perundungan di balik kasus tewasnya Aulia. "Masih kami dalami," ucapnya saat dihubungi pada Senin, 19 Agustus 2024.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi Wiweko mengatakan tim investigasi kemenkes belum mengetahui soal informasi dugaan pelaku tersebut karena sedang dalam proses investigasi.
"Tim itjen akan turun dan melakukan investigasi terkait kasus ini dengan memanggil PPDS, staf pengajar direksi, maupun pihak-pihak lain terkait," ucapnya.
Kemenkes, kata Nadia, masih mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan guna memastikan apakah ada unsur bullying atau tidak dalam kejadian ini. “Kemenkes tidak sungkan untuk melakukan tindakan tegas seperti mencabut SIP dan STR apabila ada dokter senior yang melakukan tindakan bullying yang berakibat kematian,” ucapnya.
Polisi temukan bekas botol roculax di kamar kos Aulia
Kepolisian Resor Kota Besar Semarang belum menemukan bukti yang akurat mengenai motif di balik kematian Aulia. Usai menyelidiki kamar kos tempat Aulia ditemukan meninggal dunia, polisi menemukan alat suntik dan bekas botol Roculax, obat yang dipakai untuk meredakan rasa nyeri. Temuan itu belum menjadi kesimpulan penyelidikan dan investigasi masih berjalan. Kasus Aulia didalami juga oleh Kementerian Kesehatan.
Menyadur laman KlikDokter, roculax seperti yang ditemukan di kamar Aulia disebut sebagai obat tambahan pada anestesi umum atau bius total. Obat ini memudahkan intubasi endotrakeal, semacam prosedur pernafasan buatan, serta merelaksasi otot rangka selama pembedahan.
Roculax termasuk golongan obat keras yang biasanya digunakan untuk kelas terapi penghambat neuromuskular. Obat ini mengandung 10 miligram per mililiter (mg/ml) rocuronium. Penggunaannya wajib sesuai resep dokter.
Sebagai obat keras, roculax juga memiliki efek samping terhadap penggunanya, berupa mual, muntah, penyempitan saluran pernafasan, reaksi alergi, bengkak, serta nyeri pada lokasi injeksi. Obat ini tidak dianjurkan untuk wanita hamil dan pasien yang hipersensitif terhadap rocuronium bromide atau ion bromida.
Rumah Produksi Diduga Eksploitasi Tragedi PPDS Undip untuk Promosi Film
Belakangan rumah produksi Dee Company jadi sorotan setelah diduga menunggangi tragedi kematian Aulia untuk dijadikan bahan promosi film terbarunya. Dalam sebuah unggahan promosi film Dosen Ghaib: Sudah Malam atau Sudah Tahu pada akun resmi @deecompany_official, Dee Company mencantumkan headline berita tragedi bunuh diri mahasiswi PPDS Anestesi Undip.
"Mahasiswa PPDS Undip Bunuh Diri Diduga karena Perundungan, PB IDI Minta Pembentukan Pusat Trauma” demikian tertulis headline berita tersebut yg diunggah pada Sabtu, 17 Agustus 2024. Namun, dalam keterangan unggahan, Dee Company justru menambahkan tulisan, "Turut berduka atas meninggalnya mahasiswa FK UNDIP diduga akibat di-bully.”
Dee Company juga sempat mengunggah konten promosi untuk film tersebut dengan keterangan yang menuliskan, “Pentingnya dukungan kesehatan mental bagi mahasiswa,” namun ungkapan belasungkawa itu dilanjutkan dengan tulisan, “SEDANG TAYANG DI BIOSKOP” yang diikuti tagline Sudah Malam atau Sudah Tahu, Dosen Ghaib dan Dee Company.
Hal ini memicu reaksi Sutradara kawakan Joko Anwar. Melalui akun Instagram Story-nya @jokoanwar pada Ahad, 18 Agustus 2024, pria yang akrab disapa Jokan itu mengungkapkan rasa frustrasinya terhadap tindakan yang kurang beretika tersebut.
"Mau protes ke PH yang gunain tragedi buat materi promo filmnya tetapi males. Nggak bakal paham juga mereka kenapa itu perbuatan yang sangat tak berhati dan tak beretika, karena kemungkinan besar mereka nggak punya," tulisnya.
Ernest Prakasa, yang juga seorang sineas, turut mengecam tindakan tersebut. Melalui akun X-nya, @ernestprakasa, sutradara film Imperfect itu tak merinci nama produser yang ia rujuk. Namun Ernest ikut bermomentar dengan menyebutkan rekam jejak buruk produsernya kontroversial.
"Lagi pada heboh sama kelakuan produser yang kontroversial itu. Jujur, kalo lo liat track record dia dari dulu, yang barusan ini mah gak ada apa-apanya," tulis Ernest.
Selama ini film-film produksi Dee Company yang merupakan rumah produksi milik Dheeraj memang telah dikenal dengan judul-judul yang nyeleneh, seperti; Mas Suka Masukin Aja (2008), Anda Puas, Saya Loyo (2008), Pijat Atas Tekan Bawah (2009), Rayuan Arwah Penasaran (2010), Kungfu Pocong Perawan (2012), dan lainnya. Bahkan, Dee Company juga memproduseri film Vina: Sebelum 7 Hari (2024) yang juga sempat menuai banyak kecaman
HATTA MUARABAGJA | AISYAH AMIRA WAKANG | ALIF ILHAM FAJRIADI | ADINDA JASMINE PRASETYO
Pilihan editor: Polisi Bentuk Tim untuk Selidiki Dugaan Perundungan Mahasiswi PPDS Undip yang Bunuh Diri