TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri, Brigadir Jenderal, Trunoyudo Wisnu Andiko, menanggapi soal laporan dugaan korupsi pengadaan pelontar gas air mata (pepper projectile launcher) di instansinya. Laporan itu diadukan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Polri ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin kemarin.
Trunoyudo menjelaskan, Polri setiap melakukan proses kegiatan mengacu pada perundang-undangan dan aturan yang berlaku. “Dan memastikan bahwa pengadaan dilakukan sesuai prosedur yang berlaku,” kata dia melalui keterangan tertulis, Selasa, 3 September 2024.
Menurut dia, pengadaan itu telah melalui proses perencanaan kebutuhan, pemeriksaan, pengawasan, dan audit dari sejumlah pihak yang berwenang, baik dari internal maupun eksternal Polri.
“Serta dialokasikan dengan efisien yang bertujuan pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat serta tugas fungsi sebagaiaman diamanahkan dalam Undang-undang RI nomor 2 tahun 2002,” tuturnya.
Trunoyudo menegaskan pihaknya selalu berkoordinasi, berkomunikasi, serta bekerjasama dengan KPK dalam setiap proses kegiatan soal pencegahan dan pemberantasan korupsi. Dia juga mengapresiasi wujud peran serta masyarakat dalam memberikan kritik dan masukan atas kebaikan Polri ke depannya.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian melaporkan dugaan korupsi itu ke KPK pada Senin kemarin. Koordinator ICW yang juga merupakan anggota koalisi, Agus Sunaryanto, mengatakan salah satu temuan mereka adalah dugaan penggelembungan harga atau mark up pengadaan gas air mata.
“Bagi kami ada persoalan ketidakcermatan dalam menyusun harga perkiraan terkait dengan paper projectil launcher tahun 2022 dan tahun 2023, dugaan indikasi mark up ini mencapai Rp 26 miliar,” kata Agus usai membuat laporan.
Agus menyebut, temuan ini sudah disampaikan kepada pimpinan KPK, termasuk pada bagian pengaduan masyarakat agar segera ditindaklanjuti. “Karena sekali lagi, anggaran yang digunakan ini adalah bersumber dari anggaran pendapatan belanja negara yang itu notabene berdasarkan dari pajak masyarakat,” tuturnya.
Menurut dia, menjadi sangat ironis apabila masyarakat memberikan pajaknya untuk penyediaan alat pengamanan, tapi justru masyarakat menerima dampak negatif terhadap pengadaan gas air mata tersebut.
“Sehingga ini yang harapannya bagi kami, Karena tadi soal kewenangan dari KPK sendiri untuk menangani kasus-kasus yang diduga melibatkan aparat penegak hukum,” ucapnya.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Polri menyatakan ada dugaan penggelembungan harga pengadaan gas air mata itu mencapai Rp 26 miliar.
Pilihan Editor: Ini Respons KPK Soal Laporan Dugaan Korupsi Pengadaan Gas Air Mata di Lingkungan Polri