TEMPO.CO, Jakarta - Polri menjadi sorotan soal dugaan korupsi pengadaan gas air mata untuk membubarkan keramaian. Terbaru, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian melaporkan Polri atas dugaan korupsi pengadaan pepper projectile launcher atau alat pelontar gas air mata ke Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK pada Senin, 2 September 2024.
“KPK diberikan kewenangan untuk menangani kasus korupsi yang diduga melibatkan aparat penegak hukum, dalam hal ini adalah kepolisian,“ kata Koordinator Indonesia Corruption Watch atau ICW Agus Sunaryanto, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin, 2 September 2024.
1. Komentar Polisi
Kepala Biro Penerangan Masyarakat atau Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigadir Jenderal Trunoyudo Wisnu Andiko, menanggapi soal laporan dugaan korupsi pengadaan pelontar gas air mata (pepper projectile launcher) di instansinya. Trunoyudo menjelaskan, Polri setiap melakukan proses kegiatan mengacu pada perundang-undangan dan aturan yang berlaku.
“Dan memastikan bahwa pengadaan dilakukan sesuai prosedur yang berlaku,” kata dia melalui keterangan tertulis, Selasa, 3 September 2024. "Dialokasikan dengan efisien yang bertujuan pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat serta tugas fungsi sebagaiaman diamanahkan dalam Undang-undang RI nomor 2 tahun 2002."
2. Tanggapan KPK
Juru bicara KPK, Tessa Mahardhika, mengatakan setiap pelaporan atau pengaduan yang masuk akan melalui proses verifikasi. “Dan, bila sudah lengkap akan ditelaah dan pengumpulan info,” kata dia ketika dihubungi, Senin, 2 September 2024.
Apabila dinyatakan layak untuk ditindaklanjuti, kata Tessa, maka akan diproses ke tingkat penyelidikan. “Dan bila belum layak, akan diminta pelapor untuk melengkapi lagi kekurangannya,” tuturnya.
3. Dugaan Menyimpang
Koordinator ICW Agus Sunaryanto menjelaskan, pengadaan gas air mata oleh kepolisian rentan penyimpangan. Seperti dugaan persekongkolan tender yang mengarah kepada merek tertentu. Adapun indikasi penggelembungan harga yang dilakukan oleh panitia pengadaan. "Ini bisa menjadi legacy kepada pimpinan berikutnya agar mereka benar-benar menangani kasus yang bukan hanya penyelenggara negara," kata Agus di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin, 2 September 2024.
4. Harga dan Pemenang Tender
Menurut Agus, ada perbedaan harga dalam pengadaan 2022 dan 2023 yang diduga mencapai Rp26 miliar. Kendati demikian, kata Agus, penemuan ini sudah disampaikan kepada pimpinan KPK, termasuk bagian pengaduan masyarakat agar segera ditindaklanjuti.
“Karena sekali lagi, anggaran yang digunakan ini adalah bersumber dari anggaran pendapatan belanja negara yang itu notabene berdasarkan dari pajak masyarakat,” kata Agus di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin, 2 September 2024, dikutip dari Antara.
Ia juga mengatakan sangat ironis apabila masyarakat memberikan pajaknya untuk penyediaan alat pengamanan. Namun, justru masyarakat menerima dampak negatif terhadap pengadaan gas air mata tersebut.
Isnur mengeklaim pemenang tender pengadaan alat pelontar gas air mata diduga anggota atau memiliki relasi dengan anggota kepolisian. “Karena dari google street view yang kami dapatkan, ketika kami meneliti tempat atau alamat pemenang tender, di situ ada mobil berpelat polisi,” kata Isnur di KPK, pada Senin, 2 September 2024.
Isnur belum mengetahui orang-orang yang terlibat dalam pengadaan alat pelontar gas air mata itu. “Kami belum tahu namanya siapa, tapi institusi saja yang kami laporkan. Jadi di situ ada PPK-nya. Tentu itu ada bagian pengadaan barang dan jasa di Kepolisian yang bagian unit yang memang mengadakan," ucapnya
5. Partisipasi Publik
Ketua Umum Pengurus YLBHI, Muhammad Isnur mengatakan, laporan atas dugaan tindak pidana korupsi di kepolisian ini bagian dari partisipasi publik. Kata Isnur, gas air mata dalam konteks kekuatan kepolisian dalam tindakan di lapangan sebenarnya tidak boleh dilakukan lagi.
“Karena ini berbahaya, sangat banyak di negara lain dilarang. Kenapa? karena penggunaannya selama ini tidak pernah diaudit, bagaimana penggunaannya, saatnya kapan, di mana, bagaimana dan dampaknya seperti apa dalam banyak kasus ini berdampak bahkan kepada kematian," kata Isnur, di KPK, Senin, 2 September 2024.
DEFARA DHANYA PARAMITHA | ANTARA
Pilihan Editor: Polri Klaim Pengadaan Pelontar Gas Air Mata Sesuai Prosedur