TEMPO.CO, Jakarta - I Nyoman Sukena, 38 tahun, warga Bali dituntut bebas dalam kasus kepemilikan landak Jawa, salah satu satwa dilindungi tanpa izin. Tuntutan itu dibacakan Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Tinggi Bali pada Jumat 13 September 2024.
Ahli Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII), Mudzakkir, berpendapat seharusnya I Nyoman Sukena memang tidak perlu dipidana, jika memang alasannya adalah yang bersangkutan tidak mengetahui kalau hewan yang dipeliharanya memerlukan izin dan masuk dalam kategori yang dilindungi.
“Di sini diperlukan penegakan hukum yang bijaksana, baik itu penyidiknya, jaksanya dan hakimnya,” kata Mudzakkir kepada Tempo, Sabtu 14 September 2024.
Menurut Mudzakkir, hukum bijaksana itu dapat diartikan dengan lebih mengutamakan tujuan utama pelarangan memelihara satwa langka tersebut ketimbang melihat unsur pidana apabila tidak memiliki izin.
“Meskipun dia memelihara (tanpa izin) tapi hewannya diperlakukan secara baik, ruang bijaksana itu cukup orang yang bersangkutan diberikan teguran,” kata Mudzakkir.
Mudzakkir justru menyoroti soal sikap pemerintah yang justru tidak berhasil meyakinkan masyarakat terkait mana saja hewan yang dilindungi atau tidak. Hal itu terungkap dari kasus Sukena yang mengaku bahwa landak jawa (Hystrix Javanica) adalah hewan yang dilindungi.
“Barangkali petugas perlu menyampaikan binatang apa saja yang dilindungi mungkin banyak orang yang tidak mengetahui mana binatang yang dilindungi atau tidak,” kata Mudzakkir.
Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah memasukkan daftar satwa dan tumbuhan yang tidak bisa dimiliki orang secara sembarangan melalui Peraturan Menteri LHK Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018. Total ada 904 satwa dan tumbuhan yang dilindungi, terdiri dari 787 satwa dan 117 tumbuhan.
I Nyoman Sukena ditangkap jajaran Diterkrimsus Polda Bali pada Maret 2024. Alasannya, Sukena memlihara empat ekor landak jawa tanpa izin. Persidangan perdana Sukena digelar pada 29 Agustus 2024, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi Bali mendakwa Sukena melanggar Pasal 21 ayat (2) huruf a juncto Pasal 40 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang KSDAHE. Beleid itu menyebutkan hukuman paling lama mencapai lima tahun penjara dan denda paling banyak Rp 100 juta.
Namun, pada sidang tuntutan yang digelar Jumat, 13 September 2024, JPU melunak dari dakwaannya. Sukena dituntut bebas karena JPU meyakini tidak terdapat mens rea atau perbuatan melawan hukum dari Sukena.
“Menuntut agar Majelis Hakim menyatakan terdakwa I Nyoman Sukena tidak terbukti secara sah dan meyakinkan memiliki niat jahat atau mens rea untuk memiliki dan memelihara satwa yang dilindungi,” kata jaksa Gatot Hariawan membacakan amar tuntutannya di hadapan majelis hakim.
PIlihan Editor: Sepuluh Pesilat PSHT Jadi Tersangka Pengeroyokan Remaja hingga Tewas