TEMPO.CO, Jakarta - Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun, mengaku belum menerima surat panggilan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal tindak lanjut laporannya mengenai dugaan gratifikasi yang diterima oleh putra Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kaesang Pangarep. Ubedilah merupakan satu dari dua pihak yang melaporkan gratifikasi tersebut ke KPK.
Ubed menyebut yang terpenting saat ini untuk dipanggil ke KPK bukanlah dirinya, melainkan klarifikasi dari Kaesang sebagai pihak yang menggunakan pesawat jet pribadi Gulfstream 650ER dengan nomor registrasi N5883SE.
“Sampai saat ini, surat panggilan dari KPK untuk klarifikasi ke saya belum ada. Sebenarnya yang dipentingkan saat ini klarifikasi dari Kaesang dan segera KPK melakukan penyelidikan,” kata Ubed kepada Tempo, Sabtu, 14 September 2024.
Terkait bukti yang dibutuhkan oleh KPK, Ubed mengatakan seharusnya bukti yang berseliweran di media sosial berupa foto dan video peristiwa, dirasa cukup untuk memperkuat laporan yang diajukan Ubed.
“Sesuatu yang sudah diketahui umum adalah bukti sempurna untuk KPK melakukan penyelidikan dan penyidikan. Bahkan tidak perlu dibuktikan berulang-ulang,” tegasnya.
Untuk bukti detail, Ubed menyampaikan hal itu menjadi tugas penyidik bersama komisioner KPK. Sebab hal itu ranah hukum dari pihak yang berwenang. “Saya tidak punya otoritas untuk itu,” kata dia.
Ubedilah Badrun melaporkan dugaan gratifikasi private jet yang melibatkan anak bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep ke KPK pada Rabu, 28 Agustus 2024. Laporan itu ia buat setelah Kaesang dan istrinya Erina Gudono ketahuan melancong ke Amerika Serikat menggunakan pesawat jet pribadi.
Jet Pribadi yang digunakan keduanya diketahui miliki Garena, perusahaan pengembang game online yang berada di bawah naungan Sea Group. Garena juga berada satu payung dengan perusahaan e-commerce Shopee
Ubedilah Badrun juga pernah melaporkan keluarga Jokowi ke KPK dalam hal dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) pada awal 2022. Dalam laporannya itu, ia menyebutkan ada keterlibatan Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep dalam kasus TPPU dengan PT SM, perusahaan yang terlibat dalam pembakaran hutan pada 2015. Di laporan tersebut, Ubed menyebut Gibran dan Kaesang menerima kucurang dana sebesar Rp 99,3 miliar dalam dua kali transaksi dan membeli saham Rp 92 miliar rupiah.