TEMPO.CO, Jakarta - Terpidana kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin, Jessica Kumala Wongso, tetap berencana mengajukan peninjauan kembali (PK) kepada Mahkamah Agung. Jessica diketahui telah dinyatakan bebas bersyarat pada 18 Agustus 2024 lalu setelah divonis 20 tahun penjara pada 2016.
“Rencananya demikian (jadi mengajukan PK),” kata Kuasa Hukum Jessica, Otto Hasibuan, ketika dihubungi pada Ahad malam, 15 September 2024.
Namun, Otto belum dapat memastikan kapan akan mengajukan PK itu. Dia juga tak mau membeberkan apa saja bukti baru atau novum yang pihaknya ajukan. Saat ini, kata Otto, pihaknya masih menunggu. “Ya kami masih menunggu karena masih ada bukti-bukti tambahan,” tuturnya.
Sebelumnya, Otto menuturkan bahwa keputusan pengajuan PK ini diambil setelah berdiskusi dengan Jessica. "Kami merasa bahwa putusan itu tidak sesuai dengan apa yang terjadi menurut kami," kata dia.
Otto membocorkan pihaknya telah memiliki novum atau bukti baru dalam perkara ini. Dia menjelaskan baru menemukan novum tersebut. "Kalau bukti itu ada pada waktu itu dan bisa kami sampaikan di pengadilan, maka putusan hakim akan bisa berubah," ucap Otto.
Perkara yang menjerat Jessica populer disebut dengan kasus Kopi Sianida. Dia dinyatakan terbukti membunuh sahabatnya sendiri, Wayan Mirna Salihin, dengan racun sianida yang dimasukkan ke dalam kopi.
Pengajuan peninjauan kembali ini adalah upaya terakhir pihak Jessica Wongso. Pada 2017 silam, MA menolak kasasi Jessica. "Perkara Nomor 498K/Pid/2017 dengan terdakwa Jessica Kumala alias Jessica Kumala Wongso putus pada hari ini dengan amar tolak kasasi terdakwa," ujar juru bicara Mahkamah Agung saat itu, Suhadi, dalam pernyataan tertulisnya.
Menurut Suhadi, hal itu diputuskan oleh majelis hakim yang diketuai Artidjo Alkotsar. Adapun hakim anggotanya adalah Salman Luthan dan Sumardiyatmo.
Suhadi mengatakan pertimbangan utama dari majelis hakim adalah kuatnya putusan dari pengadilan sebelumnya. “Alasan kasasi terdakwa tidak dapat dibenarkan. Karena judex facti (majelis hakim di ingkat pertama) sudah mempertimbangkan hal-hal relevan secara yuridis,” katanya.
AMELIA RAHIMA dan EGI ADYATAMA berkontribusi dalam penulisan artikel ini