TEMPO.CO, Jakarta - Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh menyebut perkara gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang atau TPPU dalam pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA) yang saat ini menjeratnya merupakan perkara kedua. Dia berkata perkara ini muncul setelah dirinya divonis bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Bandung atas dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung.
"Perkara Nomor 43/Pidsus TPK/2024/PN Jakarta Pusat untuk selanjutnya disebut perkara kedua, ini tidak muncul tiba-tiba dan tidak berdiri sendiri tapi diawali dengan Perkara Nomor 52/Pidsus TPK/2023/PN Badung untuk selanjutnya disebut perkara satu," kata Gazalba Saleh saat membacakan nota pembelaan atau pledoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Jakarta Pusat, Selasa, 17 September 2024.
Dalam pembelaannya, Gazalba menyebut saat dirinya belum selesai disidik atau masih proses penyidikan, pada perkara satu, penyidik KPK memaksa dirinya untuk mengaku menerima uang dari salah satu asistennya yang bernama Prasetyo Nugroho.
"Penyidik KPK mengatakan lebih kurang sebagai berikut 'Bahwa kami tahu Pak Gazalba tidak menerima uang dari Prasetyo Nugroho. Namun, Bapak harus tetap mengakui dan siapa-siapa pula hakim agung yang main perkara di Mahkamah Agung. Kalau Bapak tidak terangkan, maka kami akan kenakan pasal gratifikasi dan TPPU'," ujar Gazalba.
Pada saat itu, Gazalba pun mengaku tidak mengetahui maksud pernyataan penyidik KPK perihal hakim-hakim agung yang 'bermain' dalam pengurusan perkara di MA. Dia pun menegaskan bahwa hakim-hakim agung memutus perkara di Mahkamah Agung murni sesuai hukum.
Lantaran dirinya tidak menuruti permintaan penyidik, tak lama kemudian, terbit surat perintah penyidikan atau sprindik baru dengan sangkaan gratifikasi dan TPPU sebagaimana uraian di perkara dua. Gazalba menjelaskan sprindik nomor 29 dan sprindik no 30 dikeluarkan pada 6 Maret 2023, tepat 80 hari sebelum pemberkasan perkara satu dinyatakan lengkap dan 170 hari sebelum dirinya dinyatakan bebas oleh majelis hakim pegadilan tipikor pada PN Bandung dan 360 hari setelah materia diperiksa sebagai pemberi gratifikasi atau 24 hari sebelum perkara dua ini di P21-kan.
Artinya, ketika sprindik perkara dua ini dikeluarkan, bukti awal pemberi gratifikasi belum ketemu, di mana dan kapan pemberi gratifikasi itu terjadi namun penyidik sudah mengeluarkan sprindik untuk perkara dua ini," kata Gazalba.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum KPK menuntut Gazalba dengan 15 tahun penjara denda Rp 1 miliar subsider subsider pidana kurungan pengganti selama enam bulan, serta pidana tambahan untuk membayar uang pengganti $S18.000 dan Rp 1.588.085.000 selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan dinyatakan berkekuatan hukum tetap. Gazalba Saleh dinilai telah menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang atau TPPU senilai Rp 62,8 miliar dalam pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA).
Pilihan Editor: Penuntut Umum Tunjukkan Foto dan Chat Pribadi di Sidang Gratifikasi, Gazalba Saleh: Demi Mempermalukan Saya