TEMPO.CO, Jakarta - Anak yang melakukan kriminal seharusnya tidak dihukum di Lembaga Pemasyarakatan. Mereka harusnya dititipkan di panti sosial untuk dibina. Pernyataan ini disampaikan Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait, ketika membesuk korban penusukan temannya sendiri, Saiful Munif, 12 tahun, di Rumah Sakit Fatmawati, Jakarta Selatan.
"Kalau dipenjara, pengetahuan mereka seputar kejahatan akan bertambah," tutur Arist. Di tahap perkembangan anak, secara psikologis mereka gampang menyerap informasi dan mudah meniru perilaku orang-orang di sekitarnya. Setelah keluar penjara, dikhawatirkan akan berbuat kejahatan yang lebih berat.
Penjara merupakan tempat terjadinya kekerasan yang dilakukan sesama narapidana ataupun aparat, dan hal tersebut sangat rawan jika anak-anak diberikan gambaran kekerasan secara nyata, bahkan sasaran empuk untuk menjadi korban. Untuk menghindari hal tersebut panti rehabilitasi adalah tempat yang cocok agar anak-anak dididik dan dibina sekaligus tetap menjalani proses hukum.
"Katakanlah pengadilan memutuskan dihukum dua tahun, tetap harus dijalankan. Tapi hukuman diberlakukan bukan di lapas, melainkan di panti rehabilitasi dengan jangka waktu sesuai dengan keputusan pengadilan," ujar Arist.
Lebih lanjut Arist mengatakan hukuman penjara tidak berlaku untuk anak-anak. Pasal-pasal seperti 338 KUHP tentang pembunuhan atau 340 KUHP tentang pembunuhan berencana juga tidak bisa diterapkan untuk mereka. Pelaku anak ataupun korban anak sama-sama membutuhkan pemulihan kondisi fisik ataupun psikologisnya. Arist mencontohkan kasus yang terjadi seperti penusukan Saiful oleh Amn, 13 tahun, di Cinere, Depok pada 17 Februari 2012.
"Bukan hanya Saiful yang harus disembuhkan fisik dan psikologisnya, tapi juga Amn. Amn perlu disadarkan dan dibina bahwa perbuatanya salah. Tapi rehabilitasi terhadap pelaku tetap menjunjung hak-hak keadilan untuk korban," ujar pria berkacamata ini.
SUNDARI