TEMPO.CO, Jakarta - Keluarga akhirnya mengizinkan polisi mengotopsi jenazah Wayan Mirna Salihin tadi malam, Sabtu, 9 Januari 2016. "Otopsi berlangsung hingga dinihari. Rasanya plong, saya," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Krishna Murti di Markas Polda Metro Jaya, Minggu, 10 Januari 2016.
Menurut Krishna, otopsi harus dilakukan untuk mengetahui penyebab kematian Mirna. Keluarga awalnya merasa keberatan karena khawatir proses otopsi justru merusak jasad Mirna. "Setelah kami bicara dari hati ke hati dan menjelaskan bahwa proses otopsi hanya sebentar, pihak keluarga akhirnya mengizinkan," tuturnya.
Berdasarkan hasil otopsi, ditemukan tanda-tanda perdarahan di dalam lambung Mirna. "Perdarahan ini dapat disebabkan oleh adanya zat yang bersifat korosif," ujar Kepala Bidang Kedokteran dan Kesehatan Polri Komisaris Besar Musyafak.
Musyafak mengatakan dibutuhkan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui jenis zat tersebut. Namun, yang jelas, zat itu mampu merusak jaringan mukosa sehingga membuat lambung mengalami perdarahan. "Setelah hasil pemeriksaan barang bukti kopi dan jaringan lambung dan hati Mirna, barulah bisa disimpulkan," ujarnya.
Wayan Mirna Salihin, 27 tahun, tewas setelah sempat kejang-kejang setelah meminum es kopi ala Vietnam di Restoran Olivier, Jakarta Pusat, Rabu, 6 Januari 2016. Di restoran itu, Mirna sedang berkumpul bersama kedua temannya, Hani dan Siska. Mirna dan kedua temannya tak datang bersamaan. Siska datang lebih dulu dan memesan minuman. Empat puluh menit kemudian, korban datang bersama Hani.
Dari keterangan saksi dan teman, Mirna langsung kejang-kejang setelah sekali meneguk minuman tersebut melalui sedotan. Dia kemudian dibawa ke klinik kesehatan di Mall Grand Indonesia. Mirna meninggal di Rumah Sakit Abdi Waluyo, Menteng, Jakarta Pusat.
INGE KLARA SAFITRI